“KITA WARAS, TAPI TIDAK LUMRAH” Fragmen Jejak Vol. 2 | Buletin IVAA Dwi Bulanan | Maret-April 2020
Halo semua!
Newsletter IVAA edisi ini hadir bersamaan dengan situasi yang tidak menentu karena pandemi. Oleh sebab itu kami menerapkan beberapa penyesuaian konten. Sorotan Dokumentasi yang biasanya diisi dengan liputan atau wawancara tematik secara tatap muka, kami ganti dengan rekomendasi beberapa koleksi arsip video IVAA yang bisa dinikmati di rumah atau di sela-sela waktu kerja. Tapi untung saja, sebelum geger pandemi, masih ada satu ulasan dari Jafar Suryomenggolo yang mengulas pameran Nuestra Isla de Las Especias di Spanyol.Tidak adanya kegiatan publik di Rumah IVAA juga membuat kami menghilangkan sementara rubrik Agenda Rumah IVAA. Selain itu, hal lain yang bisa kami bagikan saat ini adalah review buku koleksi perpustakaan IVAA. Ada yang terbitan baru, ada juga yang sudah lama. Selain sebagai tawaran bacaan bagi para pembaca sekalian, ini juga menjadi cara kami untuk menjaga kewarasan pikir di tengah ribuan peluru informasi yang menjemukan. Kemudian untuk Sorotan Arsip kami juga mencoba merangkai beberapa koleksi arsip IVAA seputar seni dan lingkungan. Bahwa peleburan seni dengan lingkungan-seni dengan masyarakat senantiasa relevan di kondisi apapun. Edisi ini juga memuat beberapa tulisan dari para kontributor. Di Sorotan Magang, Grady Textler, peserta magang dari Universitas Princeton, membagikan refleksinya selama magang di IVAA. Lalu, Yulius Pramana Jati menceritakan impresinya seputar fenomena tur maya museum dan galeri yang akhir-akhir ini jadi platform andalan. Tak ketinggalan, dan masih sebagai bagian dari undangan penulisan esai di Baca Arsip tajuk Fragmen Jejak Vol. 2, Fathun Karib membagikan tulisannya yang berjudul “Arsip dan Kebencanaan: Alternatif Kerja Pengarsipan di Era Covid-19”. Judul “Kita Waras, tapi Tidak Lumrah” terinspirasi dari judul karya mixed media Ong Hari Wahyu, yakni “Saya waras, tapi tidak lumrah”. Sebuah karya berbentuk semacam rumah atau bilik kecil yang ditutupi dengan tempelan-tempelan poster Sumanto bergaya capres. Tetapi foto karya itu tidak kami jadikan foto sampul, karena kami tidak ingin kita semua jadi semakin kanibal di situasi yang carut-marut ini. Kami akhirnya memilih foto karya Putu Sutawijaya yang berjudul “Harapan”. Bahwa di tengah ketidaklumrahan ini, yang seolah menelanjangi kita semua, harapan adalah salah satu pengingat agar tetap menjaga kewarasan. Semoga newsletter ini bisa menjadi bagian dari itu. Salam budaya!I. Pengantar Redaksi oleh Krisnawan Wisnu Adi II. Kabar IVAA Sorotan Dokumentasi Oleh: Tim Redaksi IVAA, Jafar Suryomenggolo