Judul : Masa Depan Pada Gambar Anak
Penulis : Della Naradika
Editor : Alfiandana
Ilustrasi Sampul : Afra Valora Yorna Xio
Penerbit : Penerbit Gorga
Tahun : 2022
Ulasan oleh : Anggun Septiana Putri Ariyanto
“Gambar anak-anak adalah cerita-cerita yang gagal mereka sampaikan secara langsung”. Kutipan kalimat tersebut merupakan salah satu kalimat penting yang akan dijumpai dalam buku ini. Sebuah buku tentang bagaimana dan mengapa seni rupa menjadi salah satu bagian yang penting bagi tumbuh kembang anak karangan Della Naradika.
Masa Depan Pada Gambar Anak merupakan sebuah buku kumpulan esai pendek yang memuat cerita hingga kritik berdasarkan pengalaman dan kegiatan penulis bersama Sahabat Gorga, sebuah komunitas yang berkonsentrasi pada aktivitas berkarya bersama anak-anak. Berbeda dengan buku kumpulan esai dengan berbagai teori yang terkadang begitu asing ketika membacanya, teori yang digunakan dalam buku ini terdengar begitu dekat dan mudah dipahami. Selain itu cerita-cerita yang disampaikan tentang masa kanak-kanak juga terasa dekat bahkan lekat.
Gambar anak-anak sering kali dianggap sebagai sekadar gambar yang dibuat oleh anak-anak dengan khayalan mereka sendiri, sekadar media bermain, tidak artisik, dan sebagainya. Pandangan-pandangan itu akan lenyap ketika membaca buku ini. Gambar anak bukan hanya sekedar gambar tanpa esensi. Ketika seorang anak dengan jujur merubah fantasi yang ada di pikirannya menjadi sebuah rupa visual, mulai dari goresan, simbol, dan warna, itu semua sebenarnya merepresentasikan hal-hal penting di dalam kehidupan anak itu sendiri, yakni kepribadian anak, hubungan anak dengan orang di sekitarnya, maupun kondisi psikologis anak. Kegiatan seni yang dalam konteks ini adalah menggambar pada anak juga dapat meningkatkan konsentrasi, melatih kesabaran anak, membantu menuangkan emosi sehingga pikiran anak lebih stabil. Fakta-fakta ini yang jarang diketahui oleh para orang tua. Masih banyak orang tua terpatri pada pola pikir bahwa menggambar hanya salah satu mata pelajaran di sekolah yang pertemuannya hanya satu kali dalam seminggu.
Meskipun pada prolog buku ini tertulis “Untuk anak-anak di seluruh dunia”, namun buku ini sebenarnya ditujukan untuk para orang tua dan guru di seluruh dunia. Karena pada setiap pembahasan dalam buku ini berisi bagaimana cara memperlakukan anak-anak dan dunia gambarnya. Topik yang jarang dibicarakan dan dianggap remeh, pada kenyataannya adalah salah satu cara memahami dan memprediksi ‘masa depan’.
Judul Buku : Memoar Orang-orang Singkawang
Esai : Goenawan Mohamad
Naskah : Bina Bektiati
Kontributor Naskah : Dwijo U. Maksum
Fotografer : John Suryaatmadja, Sjaiful Boen, Enrico Soekarno, Jay Subayakto, Julian Sihombing, Sigi Wimala, Yori Antar, Oscar Matuloh, Octa Christi, Andreas Loka, Victor Fidelis, Khaw Technography
Penerbit : Yayasan Singkawang Luhur Abadi bekerjasama dengan Yayasan Riset Visual mataWaktu
Tahun : 2022
Ulasan oleh : Anggun Septiana Putri Ariyanto
Memoar mempunyai arti kenang-kenangan sejarah atau catatan peristiwa lampau yang biasanya ditulis berdasarkan pendapat, kesan, dan tanggapan dari penuturnya atas peristiwa yang dialaminya. Tepat seperti Memoar Orang-orang Singkawang ini, sejatinya adalah semacam sebuah buku sejarah yang dikemas runtut dan mengandung cerita-cerita yang tak sempat dibicarakan pada buku sejarah lain apalagi buku sejarah anak sekolah.
Singkawang, kota unik yang disebut sebagai kota seribu kelenteng, menyimpan seribu cerita yang jarang diceritakan dengan lantang. Singkawang memiliki penduduk keturunan Cina terbesar di Indonesia dengan total populasi 42% dan kemungkinan saat ini persentasenya bisa naik. Kota ini mulai terbentuk beriringan dengan berlangsungnya migrasi skala besar dari Guangdong, China ke Kalimantan Barat. Para imigran menetap untuk bekerja di pertambangan, berkebun, dan berdagang hingga generasi-generasi berikutnya lahir dan populasi mereka cukup mendominasi. Singkawang adalah simbol puncak kedewasaan tentang toleransi di Indonesia karena setiap etnis memiliki hubungan baik dalam bermasyarakat dalam segi apapun bahkan sejak dahulu.
Cerita tentang orang Singkawang dalam buku ini memiliki banyak macam versi yang saling terhubung dan melengkapi. Persoalan tentang identitas ketika mereka yang harus memilih untuk menjadi bagian dari kampung halaman atau tanah leluhurnya. Juga eksodus besar-besaran yang dilakukan dari Singkawang ke Cina beserta kenyataan yang dihadapi setelahnya. Cerita-cerita itu tertulis seolah sang pencerita duduk di hadapan kita diikuti dengan kenangan-kenangan yang dibawanya. Kenangan yang menyimpan memori tentang Singkawang masih mereka rawat dengan rasa sukacita. Sejumlah foto, ilustrasi, dan arsip yang dikurasi sangat representatif sehingga membantu setiap bait cerita berubah menjadi bentuk imaji yang nyata.
Di bagian akhir buku ini dibuat sebuah timeline yang merangkum sejarah panjang dari Singkawang yang dulu, sebuah kota damai dengan banyak imigran, menjadi kota yang sempat menjadi pusat konflik, hingga sekarang. Singkawang yang dipenuhi dengan banyak varietas seni dan budaya.
Judul : Ratna Asmara: Perempuan di Dua Sisi Kamera
Penulis : Umi Lestari, Julita Pratiwi, Efi Sri Handayani, Imelda Taurina Mandala, Lisabona Rahman, Siti Anisah
Penyunting : Lisistrata Lusandiana
Ilustrasi sampul : Ayu Maulani
Penerbit : Indonesian Visual Art Archive (IVAA)
Edisi : Cetakan pertama, November 2022
Deskripsi fisik : xviii, 160 hlm.; 14 x 20,5 cm.
Tahun : 2022
Ulasan oleh : Dhea Aulia Risti Putri
Buku ini hadir atas dasar kegelisahan enam orang perempuan dan non-biner dengan latar belakang beragam yang tergabung dalam Kelas Liarsip, yang melakukan praktik secara langsung untuk menelusuri jejak, meneliti, menulis, dan melakukan proses alih media atas film lama yang dibuat oleh para puan dalam sinema Indonesia. Karya yang dianggap penting dalam film Indonesia selama ini hanya berpusat pada film yang menekankan aksi heroisme laki-laki dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Secara sinematik, karya dari para puan yang berperan dalam pembuatan film, seperti sutradara, penulis naskah, penata skrip, penata gambar, atau produser jarang muncul ke publik untuk dilihat dan didiskusikan. Sosok para puan dan karya filmnya tersimpan di gudang arsip yang pada akhirnya membuat pita seluloid akan lapuk perlahan.
Dalam proses penelitian Kelas Liarsip, Efi dan Juju yang sedang mengumpulkan arsip Sofia W.D. menemukan scrapbook Ratna Asmara yang ditujukan untuk Umi Lestari. Kemudian Kelas Liarsip bergerak untuk tidak hanya membicarakan praktik pengarsipan, tetapi juga membicarakan sosok para puan yang jarang dibahas. Proyek praktik pertama dipusatkan pada kerja untuk memulihkan pengetahuan mengenai Ratna dan filmnya dalam historiografi sinema Indonesia. Praktik yang dilakukan tersebut didasarkan pada penelitian Umi tentang Ratna yang telah berjalan. Urgensi dari upaya mereka ini adalah soal aksesibilitas material film, yakni supaya bisa diakses sebelum waktu dan kelembapan membuat seluloid film Dr. Samsi (1952) semakin lapuk.
Sebagai bagian dari penghadiran sosok Ratna sekaligus intervensi feminis atas kajian sejarah film Indonesia, Kelas Liarsip menuliskan proses kerja dari perspektif masing-masing pelaku dalam bunga rampai Ratna Asmara: Perempuan di Dua Sisi Kamera. Buku ini tidak hanya memuat aspek biografis dan filmografi Ratna, tetapi juga langkah-langkah pemulihan karyanya. Pengalaman para peneliti ini dalam berkenalan dan menelusuri sosok yang marjinal dalam sejarah tersaji dari beragam perspektif seperti dari sisi peneliti, pelestari film, dan penonton.
Judul : Rangkai Ruang
Editor : Asa Binti Sholikah, Bertha A. Akeyla, Viola Deshirlia
Perancang sampul : Dian Ajeng Kirana, Zaizafun Alya Gunara
Tata letak : Edesius Yudhistira Trinugraha
Penerbit : Penerbit Nyala
Tahun : 2022
Ulasan oleh : Judith Nur Aini Probowati
Pengelolaan manajemen merupakan hal yang begitu penting dan akan selalu mendampingi suatu karya seni agar mampu memikat publik. Jika seni tidak dikelola dengan baik, maka akan mengakibatkan tidak tersampaikannya makna serta konsep dari seni tersebut. Untuk mencapai pada skala universal, diperlukan pengetahuan serta pengalaman pada pengelolaan seni secara ekstensif maupun bersama-sama.
Terbitnya buku ini berangkat dari sebuah proyek riset mahasiswa Program Studi S-1 Tata Kelola Seni Institut Seni Indonesia Yogyakarta, angkatan 2020, dalam mata kuliah Tinjauan Kelola Pameran II. Proyek ini dikerjakan pada tahun 2021. Buku ini berisi telaah, kajian atau riset pada 10 pameran yang ada di Yogyakarta dan Jakarta. Para penulis menggunakan 4 area amatan yang terdiri dari aspek Display, Publikasi, Kurasi, dan Sponsorship untuk meneliti pameran-pameran itu secara khusus. Pameran-pameran yang dikaji di antaranya adalah Artjog 2021, Pameran “Art & Diplomasi” Galeri Fotografi Jurnalistik Antara Jakarta, Pekan Budaya Nasional 2009, dll.
Buku ini dibuat untuk menambah informasi dan referensi bagi para mahasiswa, pegiat seni, pelaku pameran seni, budayawan, serta masyarakat yang ingin mengetahui aspek-aspek yang ada dalam suatu pameran seni rupa.