oleh Krisnawan Wisnu Adi
Sekitar jam 3 sore pada 9 Desember 2022, selama kurang lebih 2 jam, Rumah IVAA punya hajatan diskusi buku. Judulnya “Artists and the People: Ideologies of Art in Indonesia” karangan Elly Kent. Sebuah buku hasil dari disertasinya di Australian National University School of Art, yang mempelajari medan seni kontemporer di Indonesia dengan menaruh fokus pada dimensi sosialnya.
Dimensi sosial sebagai fokus juga menjadi upaya Elly Kent untuk mengisi kekosongan dalam diskursus seni Indonesia di tataran yang lebih luas. Bahwa dimensi itu sejatinya telah menjadi penanda seni kontemporer Indonesia di medan global, namun masih kurang dikaji oleh akademisi di luar Indonesia. Dalam risetnya ia telah menelaah dimensi itu dengan melihat konteks sejarah, politik, serta sosial dari praktik seni berdimensi sosial di Indonesia sejak ia menggejala hingga berbicara atas namanya sendiri dalam tegangan dengan pendefinisian dunia kesenian oleh Barat.
Selain menggunakan metode wawancara, penggalian arsip, analisis karya, Elly Kent juga masuk ke dalam medan seni secara partisipatoris dalam rentang waktu yang cukup lama, bertahun-tahun. Serangkaian metode itu menjadi bagian dari proses panjang Elly Kent dalam mengurai dimensi sosial seni kontemporer di Indonesia hingga ke ranah ideologi serta genealogi teori serta praktiknya, terutama dalam kontinuitas pergulatan bangsa dalam membentuk identitas dan memperjuangkan kemandirian.
Diskusi ini juga menghadirkan Karina Roosvita dari Inkubator Inisiatif Yogyakarta sebagai moderator serta Arham Rahman dari Galeri Lorong Yogyakarta sebagai penanggap serta pemantik perbincangan. Dalam tanggapannya, Arham setuju dengan Elly Kent bahwa aspek partisipatif dan gotong royong memang sudah dipraktikkan oleh para seniman dalam keseharian. Bahkan, ini bukan hal baru, setidaknya ia menandai bahwa habitus macam itu sudah tumbuh sejak era PERSAGI, meski masih dalam bentuk embrio. Namun, kecenderungan di era sanggar itu belum terlalu dikaji oleh Elly Kent. Di era itu seniman tidak hanya membuat karya individu, tapi juga karya bersama atas nama komunitas atau sanggarnya. Seniman-seniman yang demikian tidak selamanya menjadi individu yang singular, karena di saat yang sama sangat mungkin baginya menjadi individu yang anonim. Secara umum, bagi Arham buku ini adalah upaya yang kontributif dari Elly Kent dalam menstrukturkan pembicaraan mengenai seni partisipatif.
Kawan-kawan bisa memperoleh buku ini dengan membelinya di IVAA Shop. Jangan sungkan untuk menghubungi kami.