oleh Vicky Ferdian Saputra
Bagi saya IVAA adalah mesin waktu. Tanpa IVAA, sebagian kenangan seni budaya kita (mungkin) akan hilang. Saya tidak akan menjelaskan siapa atau apa peran mereka, karena saya yakin kawan-kawan sudah mengenal betul siapa mereka (jika membaca sorotan magang ini dari newsletter online IVAA). Saya akan mengawali tulisan ini dengan sedikit kesan dan kesal. Kesan pertama untuk sekelompok orang yang nyempil di lorong sempit di Jalan Ireda ini adalah salut. Salut semuanya obah, kalaupun fisik mereka tampaknya terdiam di antara tumpukan buku dan arsip, pikiran mereka sudah pasti berlalu-lalang ke masa lalu dan masa depan. Kesan kedua ini untuk Rumah IVAA, atau rumah harta karun, atau pabrik pengetahuan, atau apalah itu. Rumah ini menyimpan banyak sekali arsip (dan kenangan) penting yang dapat diolah menjadi produk ilmu pengetahuan. Pengetahuan yang akhirnya mendorong seni rupa Indonesia untuk terus bergerak ke manapun arahnya. Untuk kesalnya, cuma karena pemilihan waktu magang yang tidak tepat, sehingga saya kurang bisa memaksimalkan proses magang.
Hari pertama magang dimulai dengan berkenalan. Berkenalan dengan kawan-kawan magang, staf IVAA, dan lingkungan kerja di Rumah IVAA. Di periode magang Juli-September ini, total ada tiga partisipan magang termasuk saya. Dua teman lainnya adalah kak Ratri dan kak Roy. Kami bertiga memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Saya sendiri dari Tata Kelola Seni (dengan minat Seni Rupa), kak Roy dari jurusan Televisi (ISI Jogja), sedangkan kak Ratri dari Sastra Jawa. Teman baru berarti wawasan baru. Mereka berdua juga turut memberikan ilmu dan pengalaman berharga bagi saya lewat obrolan-obrolan kecil di sela-sela proses magang. Untuk mengenal mereka lebih jauh, mungkin kalian dapat membaca juga refleksi magang dari mereka di sini!
Di periode magang kemarin, semua pekerjaan difokuskan pada pengolahan data fisik dan digital, seperti klasifikasi dan inventarisasi arsip fisik IVAA, dokumentasi foto/ video, pencatatan (metadata dan logging) arsip digital, editing, dan pengunggahan arsip yang telah didigitalisasi. Walaupun ada pekerjaan lain di luar itu seperti kepustakaan dan penulisan newsletter, persentasenya tidak banyak. Awalnya saya berprasangka bahwa kerja pengarsipan akan sangat membosankan dan cenderung monoton. Tapi ternyata tidak begitu buruk. Sistem dan suasana kerja di IVAA ternyata sangat santai, cair, dan fleksibel, asalkan tidak mengesampingkan deadline pekerjaan ya!
Apa yang menarik dari magang kemarin? Sudah pasti mendapat ilmu dan pengalaman baru. Terutama untuk pemetadataan arsip dan inventarisasi arsip-arsip fisik. Sebelumnya saya sama sekali tidak punya pengalaman di bidang pengarsipan. Beberapa arsip pribadi saya juga belum terorganisir dengan baik, bahkan beberapa di antaranya telah hilang. Jadi saya belajar banyak dari IVAA dalam hal ini. Beberapa sistem pengarsipan di IVAA akhirnya saya terapkan untuk membenahi arsip saya yang cukup amburadul. Walaupun belum sempurna karena tidak banyak yang berhasil saya terapkan, setidaknya saya belajar dan mengembangkan kemampuan saya di bidang pengarsipan.
Selain mendapat pengalaman dalam pengelolaan arsip saya juga mendapat pengalaman baru tentang pengelolaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan adalah salah satu produk yang diciptakan IVAA dari hasil pengolahan arsip. Ini yang melatarbelakangi persepsi saya tentang pengelolaan arsip di IVAA tidak terlalu membosankan dan monoton. Arsip-arsip di Rumah IVAA ini seperti karya seni di sebuah gudang galeri. Mereka ternyata memiliki siklus untuk tampil di hadapan publik melalui beragam bentuk. Beberapa pameran arsip telah diselenggarakan, berbagai tulisan telah dipublikasikan dari dapur pengarsipan, dibukanya berbagai diskusi dan lokakarya publik, sampai dengan screening arsip videografi, menjadikan semua arsip di sini lebih dapat diapresiasi keberadaannya.
Saya juga mendapatkan kesempatan untuk ikut berkontribusi dalam penulisan newsletter bulan Juli-Agustus dengan topik “Kerja Manajerial, Kerja Kemanusiaan”. Saya mengisi sub-rubrik sorotan dokumentasi dan pustaka. Sorotan dokumentasi untuk liputan program Sekolah Bukan Arsitektur, sedangkan sorotan pustaka untuk mengulas buku karya Agus Dermawan T. yang berjudul “Basoeki Abdullah, Sang Hanoman Keloyongan”. Senang sekali bisa bergabung merasakan kerja kolaboratif di IVAA. Tugas magang saya telah selesai dan proses belajar saya berlanjut di dalam kelas (lagi). Terima kasih Rumah IVAA dengan seluruh penghuninya atas ilmu, pengalaman, dan semangat yang kalian tularkan kepada saya. Salam budaya!
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Magang dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi September-Oktober 2019.