oleh Ratri Ade Prima Puspita
Akhirnya aku punya pengalaman magang!
Ungkapan syukur itu resmi terlontar ketika aku menyelesaikan program magangku selama tiga bulan di Indonesian Visual Art Archive alias IVAA. Bagaimana tidak, rekaman data magang tidak ada sama sekali di dalam arsip hidupku sebelumnya. Kalau tak percaya, tengoklah Curriculum Vitae-ku. Nol pengalaman magang. Timbul penyesalan kecil ketika aku menyadari ada sebagian waktuku yang berlalu begitu saja tanpa kuisi dengan kegiatan magang. Padahal, kata “magang” telah lama sangat kukenal. Kesempatan magang banyak ditawarkan oleh berbagai organisasi atau perusahaan di Indonesia dengan bidang pekerjaan yang variannya barangkali sekomplit pilihan menu di restoran cepat saji Mc. Donnald. Selagi ada niat dan mau berusaha, setidaknya aku bisa mencicipi kesempatan magang sekali seumur hidup.
IVAA sesungguhnya bukan tempat yang asing bagiku. Sebelumnya, aku pernah berkunjung ke IVAA bersama salah seorang kawan. Pada saat itu, kami hanya menjelajah area perpustakaan di lantai satu saja. Meski sebentar, kunjungan perdana demikian berkesan hingga membekas di ingatan. Pengalaman dolan singkat ke IVAA pun kuceritakan pada teman-teman. Siapa sangka, cerita itu terulang kembali. Kali ini tidak sekadar dolan singkat.
Pilihan untuk magang di IVAA berawal dari postingan di akun Instagram IVAA pada 14 Juni. IVAA menawarkan dua bidang kerja pengarsipan, yakni Olah Data Fisik dan Olah Data Digital. Berlandas pada ketertarikan pada bidang pustaka dan sedikit pengalaman di masa kuliah, aku memberanikan diri melamar bidang Olah Data Fisik. Surat lamaran, CV, dan motivation letter kukirim lewat e-mail tanggal 24 Juni 2019, jam 14.06. Sehari kemudian, IVAA mengirim email balasan yang mengatakan,
Pengumuman peserta magang terpilih akan kami bagikan Jumat, 29 Juni 2019.
Singkatnya, aku diterima magang!
Pada 2 Juli 2019, jam 11.00, aku telah berada di IVAA dalam rangka orientasi. Kembali aku memasuki ruangan yang tidak banyak berubah ketika aku datang pertama kali. Seperangkat kursi dan meja besar terbuat dari kayu masih memenuhi ruangan di lantai satu. Hamparan rak-rak buku tinggi yang disesaki oleh buku-buku aneka genre seakan menyambut kedatanganku. Namun, meski tak lagi asing dengan IVAA, aku tetap saja belum bisa “bersatu” dengan alam IVAA. Adalah bayangan-bayangan kekhawatiran tentang per-magang-an yang mulai memenuhi pikiranku sehingga membuatku kurang nyaman. Aku khawatir tidak bisa bekerja dengan baik selama aku magang lantaran minim pengalaman. Aku khawatir terlihat bodoh di hadapan orang-orang yang bekerja bersamaku nantinya.
Belum tuntas mengatasi rasa khawatir, mentalku pun ikutan menciut ketika teman-teman seangkatan magangku kunilai jauh lebih baik dibanding diriku. Rekan magangku tak lain dua orang mahasiswa Institut Seni Indonesia. Tentu saja latar belakang ilmu mereka jauh lebih pas dipraktikkan di IVAA ketimbang diriku yang berlatar belakang pendidikan sastra. Alhasil, aku lebih banyak diam. Orientasi hari pertama yang diisi dengan perkenalan, home tour, dan pengenalan medan berjalan not so bad. Dan aku takjub dengan ruang kerja yang dilengkapi seperangkat desktop keluaran Apple: iMac. Wow! Pengin rasanya pegang, tapi takut rusak, hahaha.
Hari-hari berikutnya, agenda magangku diisi berbagai kegiatan. Aku dibawa memasuki medan baru yakni unboxing. Unboxing di sini bukan dalam rangka review produk seperti yang dilakukan oleh para Youtuber, ya, melainkan istilah untuk menyebut aktivitas membongkar kontainer plastik yang berisi kumpulan arsip yang belum terklasifikasi. Bersama kru IVAA, kami ramai-ramai mengeroyok si kontainer, mengeluarkan isinya, lalu memilah-memilah seturut kelompok, misalkan per event atau organisasi. Tak jarang, masing-masing dari kami berhenti sejenak dua jenak untuk membaca atau sekadar melihat temuan yang mengundang rasa ingin tahu.
Dunia magang memiliki beragam kesan. Posisi di dalam organisasi menjadi kabur ketika kerja tim. Tidak begitu kentara siapa yang manajer, siapa direktur, siapa staff perpustakaan, maupun pemagang. Ngumpul jadi satu. Dan masing-masing pribadi hadir dengan keunikan masing-masing. Ada saatnya menjadi pribadi yang cuek ketika terlibat dengan pekerjaan masing-masing, serta ada waktunya menjadi manusia yang hangat dan tenggelam di dalam canda. Ada waktunya, ada saatnya. Itulah yang kutangkap di IVAA. Unik. Seunik hal berikut yang kutemui.
Mulai dari awal Juli hingga akhir September, aku magang ditemani oleh Didi Kempot. Tentu saja bukan sebenarnya Didi Kempot. Namun, bisa dibilang, Didi Kempot konser nyaris tiap hari. Laki-laki maupun perempuan terkena serangan virus Lord Didi Kempot. Sedikit jujur, lagu-lagu terkini seniman campursari asal Solo itu justru kudengar pertama kali di IVAA. Satu lagu terlebih dahulu, lalu diikuti lagu-lagu yang lainnya. Lama kelamaan, aku pun khatam dengan lagu Didi Kempot macam Pamer Bojo, Kalung Emas, Cidro. Hmmm, menarik juga! Apakah aku jadi bagian dari sad girls? Nope! Hahaha…
Aku lebih banyak berkutat dengan kegiatan menyampul komik sumbangan Akademi Samali, membuat checklist kliping koran, input data ke katalog online perpustakaan. Namun, di sela-sela kegiatan tersebut, aku dilibatkan dalam rapat, bincang buku Cilik-cilik Cina Suk Gedhe Meh Dadi Apa?, Ngobrol IVAA Berbagai Denyut Budaya dari Tatapan Perempuan, kegiatan Happy Sharing sehingga ada kesempatan untuk “menghela napas”, berjarak sesaat supaya tidak bosan. Makan siang bersama juga tak kalah penting. Menunya sederhana, murah meriah, tetapi tetap memancing nafsu makan. Lebih penting lagi, kian menipiskan sekat antara kru IVAA dengan para pemagang.
Omong-omong soal ekspektasi, mungkin bisa dibilang ekspektasiku sederhana dan mendekati konvensional lantaran aku masih belum memiliki pengalaman magang ditambah pengetahuanku masih sebatas dunia kantoran pada umumnya. Memang ada yang luput dan sedikit membingungkan, contohnya jam kerja dan garis koordinasi, tetapi perlahan mulai bisa kumengerti.
Itulah cerita yang bisa kubagikan. Cerita sesungguhnya banyak, tetapi terpaksa dipilah karena tidak semuanya bisa dihadirkan di sini. Cerita soal magang yang tampaknya lebih pas disebut sebagai cerita soal pengalaman menjadi volunteer untuk IVAA. Kuakui, hanya sedikit yang bisa kuberikan untuk IVAA. Lebih dalam lagi, perjalanan menuju IVAA adalah sebentuk ja
lan kecil untuk mendukung IVAA dengan caraku. Terima kasih banyak untuk kesempatan, ilmu, pengalaman, canda, pertemanan yang diberikan oleh IVAA. Segala rupa cerita akan kuarsip dengan rapi di dalam lemari hidupku. Au revoir.
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Magang dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi September-Oktober 2019.