oleh Tim Arsip IVAA
Ketika IVAA memulai penyusunan buku Bibliografi Beranotasi Seni Rupa Kontemporer pada pertengahan hingga akhir 2020 kemarin, kami merangkum 1497 arsip koleksi IVAA. Beberapa arsip di antaranya kini bisa diakses oleh kawan-kawan melalui laman online archive IVAA di http://archive.ivaa-online.org/. Trimester pertama 2021 ini kami fokus pada artikel-artikel yang dimuat di media cetak, makalah seminar, hingga dokumentasi video dan rekaman audio.
Mulai dari tulisan Agus Dermawan T berjudul Seni Lukis Matematik di Indonesia yang terbit di Minggu Eksponen, 17 November 1974. Pada tulisan ini, Agus Dermawan mencatat bahwa seni lukis matematik memberi penekanan pada rasio yang menghasilkan kesan monumental, optis, dan surealistik. Keterlibatan rasio dalam penciptaan seni lukis ini mendorong penikmat seni menggunakan ketajaman pikiran untuk menikmatinya. Inilah yang membuat seni lukis matematis jadi kontroversial karena penilaiannya menjadi amat sulit dan subjektif.
Kemudian ada juga tulisan dari Afrizal Malna yang terbit di Kompas 6 Mei 2007, berjudul Gaya Hidup ‘Delete’ Kritik Seni ‘Enter’ Promotor Seni. Kita dapat menerka bahwa Afrizal sedang memberi kritik pada kritik seni. Disebutkan bahwa progresivitas gaya hidup telah membuat sebagian seniman kehilangan kesadaran kelasnya. Relasi-relasi politik terutama yang dekat dengan pemerintahan membuat sang seniman rela menjadikan dirinya sebagai “agen politik” menyasar kesenian sebagai objeknya. Sensitivitas klik dan intrik juga bermunculan di sini, seperti virus sosial yang membuat hubungan-hubungan dalam lingkungan kesenian menjadi kumuh, masalah sosial terbungkam dari relasi demikian, dan identitas kemanusiaan tertanggalkan hanya untuk memperbesar gaya hidup kesenimanan.
Selain arsip yang bersifat teks dalam format pdf, kawan-kawan juga bisa mengakses arsip dokumentasi video atau rekaman audio. Ada diskusi tahun 2016 antara Syagini Ratna Wulan, dan Arahmaiani, yang dimoderatori oleh Melati Suryodarmo. Diskusi yang berjudul Hak Milik dalam Performance Art ini, membahas polemik kemiripan karya Syagini yang berjudul “Catharsis” (2015) dengan karya Arahmaiani, “Breaking Words” (2004). Keduanya sama-sama menggunakan piring yang kemudian dipecahkan. Melati sebagai moderator diskusi menyebutkan bahwa kemiripan memang sering terjadi dalam dunia seni, reproduksi merupakan hal yang tidak bisa dihindari.
Kemudian kawan-kawan juga bisa menyimak seri diskusi 2 bulanan yang diadakan oleh IVAA pada 2000-2001. Terdapat 6 seri diskusi yang digelar dengan tema Kritik Seni. Setiap seri mendatangkan 2 sampai 3 pembicara yang membahas kritik seni melalui berbagai latar belakang pengetahuan. Pembicara-pembicara yang dihadirkan yaitu Nuraini Juliastuti, Kuss Indarto, Nano Warsono, Urip Danu Wijoyo, Mikke Susanto, Sudjud Dartanto, Djudjur T. Susila, Primanto Nugroho, Nur Iswantara, Sumbo Tinarbuko, dan Kris Budiman. Membaca dan menyimak arsip-arsip ini akan sangat menyenangkan karena masih cukup relevan untuk dikontekstualisasi dengan isu-isu hari ini. Pun sekaligus mengenali jejak pengetahuan pada setiap zaman.
Catatan upload ARSIP IVAA Januari-Maret 2021
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Arsip dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Januari-Maret 2021