Pengarsipan dan Keberpihakan: Upaya Mengurai Lapis Kekerasan

Dokumentasi Workshop Pengarsipan Kontekstual bersama Diah Kusumaningrum, dilaksanakan secara daring pada 15 Mei 2023

Praktik pengarsipan juga merupakan praktik keberpihakan. Keberpihakan pada mereka yang terpinggirkan, tertindas, underdog, dan tak punya akses terhadap sistem.   Mbak Diah Kusumaningrum atau yang akrab dipanggil Dikei membuka Workshop Pengarsipan Kontekstual Ephemera #3 dengan pertanyaan. “Apa artefak perdamaian dan apa artefak kekerasan yang berada di sekitar teman-teman?”. Pertanyaan ini menjadi pemantik diskusi tentang perdamaian, […]

Read More… from Pengarsipan dan Keberpihakan: Upaya Mengurai Lapis Kekerasan

Pengarsipan Bersama Masyarakat: Relasi Subjek-Subjek dan Bunuh Diri Kelas

Dokumentasi Workshop Pengarsipan Kontekstual bersama Moelyono. Dilaksanakan secara daring pada 16 Mei 2023.

Kerja pengarsipan bersama masyarakat bukan hal yang bisa dianggap sepele. Persoalan kesadaran kelas dan kesetaraan adalah sedikit tantangan yang akan dihadapi di lapangan. Bagaimana cara bekerja setara dengan subjek? Siapa subjek? Pertanyaan-pertanyaan itu umum dijumpai dalam kerja-kerja lapangan yang melibatkan masyarakat sebagai partisipan. Pertanyaan-pertanyaan yang juga digeluti oleh Pak Moelyono, seniman rupa  yang dikenal lewat […]

Read More… from Pengarsipan Bersama Masyarakat: Relasi Subjek-Subjek dan Bunuh Diri Kelas

Arsip dan Dekolonisasi: Praktik Penyadaran dan Pembebasan

Dokumentasi Workshop Pengarsipan Kontekstual bersama Ikun SK pada 17 Mei 2023. Ikun SK didampingi salah satu fasilitator, Sita Sari, di RumahIVAA.

Upaya pengumpulan, pemaknaan, dan penyuaraan kembali arsip harus didasari dengan kesadaran kritis. Kehati-hatian menjadi kata kuncinya.    Arsip bukan hanya dokumen, rekaman audio/visual, atau tulisan yang menceritakan hal-hal yang sudah berlalu. Lebih dari itu, arsip adalah seluruh teks yang merekam berbagai gejala kebudayaan. Teks dalam hal ini bukanlah tulisan, tetapi dimaknai sebagai rajutan/tenunan atau strukturisasi […]

Read More… from Arsip dan Dekolonisasi: Praktik Penyadaran dan Pembebasan

Trisula Agraria: Temu Wicara Pertanian Permakultur dan Subkultur

Poster rangkaian acara trisula Agraria dan dokumentasi diskusi yang dibuka oleh Venza, salah satu panitia.

Diskusi ini diprakarsai oleh HONFactory di Langgeng Art Foundation pada 8 februari 2013 sebagai lanjutan dari proyek “Micronation/Macronation” dengan pembicara yaitu Anton Supriyono (petani, aktivis Kalibawang Kulonprogo, Yogyakarta), Gatot (ilmuwan, pegiat urban farming Condong Catur, Sleman, Yogyakarta), Paul Daley (pelaku permakultur dan aktivis dari Australia) dan Tantra Waworuntu (petani, pegiat subkultur Yogyakarta dan Bali). Dihadirkan […]

Read More… from Trisula Agraria: Temu Wicara Pertanian Permakultur dan Subkultur

Prahara Kulon Kono

Beberapa aktor sedang duduk bertiga di ruang tamu

Pementasan Prahara Kulon Kono merupakan pertunjukan yang dibuat oleh Teater Unduk Gurun yang digelar di pelataran Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM. Pertunjukan ini adalah bentuk respon dari masyarakat atas rencana penambangan pasir besi oleh perusahaan ekstraksi sumber daya alam milik keluarga keraton, PT. Jogja Magasa Iron, yang rencananya akan beroperasi di kawasan pantai daerah Kulon […]

Read More… from Prahara Kulon Kono

Festival Memedi Sawah

Hingar-bingar Festival Memedi Sawah di lapangan pada tanggal 20 Desember 1999

Festival Memedi Sawah (FMS) merupakan kerja kolaborasi antara Lembaga Budaya Kerakyatan Taring Padi (LBKTP) Yogyakarta, Kelompok Peduli Lingkungan (Keliling) dan Karang Taruna Krida Muda Wahana. Memedi sawah adalah sebentuk kreativitas petani menciptakan “sosok mahluk” guna menakut-nakuti hama, khususnya burung dan tikus saat padi mulai menguning. Lambat laun aktivitas ini mulai tidak dikenal masyarakat. Melalui Festival […]

Read More… from Festival Memedi Sawah

Wanita Seni Rupa Indonesia

Potongan kliping tulisan Agus Dermawan T berjudul "Wanita Seni Rupa Indoensia" tahun 1991.

Dalam tulisannya di Suara Karya Minggu, Juni 1991, Agus Dermawan T mengatakan bahwa ketika seni rupa modern di Indonesia dikatakan bangkit dan memunculkan nama-nama seperti Affandi dan Edhie Sunarso, dunia seni rupa perempuan masih saja adem. Bahkan ketika boom seni lukis terjadi, yang menonjol justru sosok-sosok perempuan yang ramai menangani galeri. Namun, Agus justru tetap […]

Read More… from Wanita Seni Rupa Indonesia

Dari Objek Menjadi Subjek: Perempuan dalam Seni Rupa Indonesia

Foto karya Bunga Jeruk berjudul Frustated Feline. Sebuah patung kucing menoleh ke kiri di atas kursi.

Posisi perupa perempuan masih juga belum tertoreh secara jelas dalam pencatatan dan sosialisasinya. Para pengamat seni, yang didominasi laki-laki, selalu menuliskan perempuan sebagai objek. Sementara, peran mereka sudah ada bahkan sejak periode awal perkembangan seni rupa modern di Indonesia. Lebih dari itu, mitos minimnya partisipasi perempuan di skena seni rupa kontemporer sangat tidak masuk akal […]

Read More… from Dari Objek Menjadi Subjek: Perempuan dalam Seni Rupa Indonesia

Perempuan sebagai Tanda: Dekonstruksi Jender dalam Teks dan Praktik Seni Rupa

TABEL CIRCA-KOLASE-ETALASE TABEL CIRCA-KOLASE-ETALASE 100% 10 F32 kliping koran berjudul Perempuan Sebagai Tanda: Dekonstruksi dalam teks dan Praktik Seni Rupa To enable screen reader support, press ⌘+Option+Z To learn about keyboard shortcuts, press ⌘slash kliping koran berjudul Perempuan Sebagai Tanda: Dekonstruksi dalam teks dan Praktik Seni Rupa Turn on screen reader support

Tulisan Farah Wardani ini merupakan pengembangan makalah presentasi diskusi “Ciri Perempuan” di Galeri Oktagon, Jakarta, yang menyimpan problematika. Untuk itu, dilakukan penelusuran ulang terkait topik tersebut yang kemudian dibagi menjadi lima bagian. Bagian pertama, “Ke-perempuan-an: jender, oposisi biner, dan feminisme” menjelaskan bentang percakapan tentang bagaimana ke-perempuan-an secara epistemologis. Ke-perempuan-an sering diidentikkan dengan sesuatu yang kodrati […]

Read More… from Perempuan sebagai Tanda: Dekonstruksi Jender dalam Teks dan Praktik Seni Rupa

NU’U: 45 Hari ke Pulau Timor Barat dan Rote, Nusa Tenggara Timur

Ilustrasi di dalam buku "Nu'u" yang menggambarkan dua kelompok mempelai laki-laki dan perempuan berdiri dibatasi oleh sungai yang mengalir di tengah mereka.

Selama 45 hari, Lifepatch melakukan perjalanan sekaligus kunjungan di Nusa Tenggara Timur (NTT), tepatnya di Pulau Timor Barat dan Pulau Rote. Misi yang mereka bawa adalah menelusuri ideologi gender dari sudut pandang lokal. Ini merupakan bagian dari program “Sarinah Apa Kabarmu?” yang bekerja sama dengan Birmingham Open Media dan didukung oleh British Council. Sebelum berangkat, […]

Read More… from NU’U: 45 Hari ke Pulau Timor Barat dan Rote, Nusa Tenggara Timur