Oleh: Nabila Warda Safitri (Kawan Magang IVAA)
Pengarang: Kris Budiman
Penerbit: Nyala
Tahun: 2018
Deskripsi Fisik: 104 Hlm
No. Panggil: 701 Bud B
Praktek penciptaan karya seni pada dasarnya memiliki regularitas yang didasari oleh common sense (nalar wajar), dalam proses permulaan, produksi, hingga pada apresiasinya. Agaknya begitu pula yang menjadi dasar mengenai apa yang dibahas Kris Budiman melalui bukunya Bentang Tubuh Batu Dan Hasrat. Dari buku yang berisi kumpulan esai seni tersebut, kita dapat menilik suatu garis besar kekaryaan yang memanfaatkan citra tubuh sebagai significant form, sebagai suatu tanda, seperti yang dibahasnya pada karya Putu Sutawijaya. Citra tubuh yang dihadirkan melalui gestikulasi, akan memunculkan suatu pemaknaan tersendiri melalui karya seninya. Selain kehadiran gestikulasi citra tubuh pada karyanya, Putu Sutawijaya juga menghadirkan rangkaian dialog atas konstruksi identitas sebagai warga dari kebudayaan tertentu. Tidak hanya melalui citra tubuh, refleksi batin atas sebuah perjalanan yang dilakukan kerap menghadirkan ekspresi artistik visual yang menarik. Seperti yang dilakukannya bersama Pande Ketut Taman ke tempat-tempat ibadah seperti kuil, akhirnya diterapkan dalam karya dan kemudian dipamerkan. Dalam esai yang lain, Kris membicarakan Nyoman Masriadi yang juga menggunakan citra tubuh sebagai hasrat untuk berkarya. Dalam hal ini Masriadi menghadirkan ironi yang lebih condong membahas konjungsi antara identitas gender maskulinitas dan femininitas. Dengan demikian, agaknya lukisan Masriadi menimbulkan pesan linguistik.
Rupanya bentang tubuh batu dan hasrat yang dibahas Kris tidak hanya berkutat pada lukisan saja. Karya sinematografi pun dibahas dalam 2 esai terakhirnya, melalui film Opera Jawa. Opera Jawa garapan Garin Nugroho ini menggandeng sekian banyak maestro seni dengan beragam media seni, salah satunya instalasi. Jika dilihat lebih jeli, karya seni yang dihadirkan menjadi elemen ruang sinematik Opera Jawa. Bukan hanya sebatas genre instalasi saja, melainkan patung dan juga objek-objek lain. Opera jawa menampilkan adegan yang sarat dengan kualitas bahasa puitik melalui permainan metafora-metafora visual. Terlihat dalam karya Nindityo yang berjudul Labirin Serabut. Objek-objek mulai dari sabut kelapa, sapu lidi, kukusan, ditambah dengan citra-citra yang dihadirkan oleh efek api dan asap. Perpaduannya dicangkokkan pada representasi latar spasial yang realistik, mampu menyugesti kualitas irasional sebuah mimpi. Selain Labirin Serabut, karya Tita Rubi yang bertajuk Vagina Brokat dapat menimbulkan hasrat tersendiri. Vagina Brokat yang menjadi set lokasi dicumbu dan dibunuhnya Siti oleh Setio, menekankan bagaimana sosok wanita yang terbunuh oleh hasratnya sendiri. ‘Ruang’ yang dibentuk menyerupai vagina ini mengisyaratkan banyak hal, tentang hasrat perempuan, kuasa atas tubuh, hingga didominasi lawan jenisnya. Menyimak relasi yang terjalin melalui Opera Jawa tersebut, seperti penggabungan antara karya seni, musik dan yang lain, agaknya common sense juga dipertimbangkan dalam proses penciptaannya. Melalui pendekatan sosiologis, buku yang merupakan kumpulan esai dari Kris Budiman ini mencoba membangun ruang pandang penciptaan seni yang lebih luas. Tentu dengan tawaran sudut pandang yang multidisiplin, Kris menawarkan pendekatan mulai dari semiotik hingga linguistik.
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Pustaka dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Juli-Agustus 2018.