oleh Ahmad Muzakki
Perkembangan seni budaya di Yogyakarta sangat dinamis. Yogyakarta banyak melahirkan seniman-seniman baru yang mampu berkontribusi dalam perkembangan seni budaya di Indonesia. Selain dengan banyaknya lembaga pendidikan kondisi ini juga didukung oleh banyaknya ruang alternatif yang berguna bagi para seniman muda untuk berproses dan berkarya. Seorang budayawan bernama Goenawan Mohammad, dalam sebuah diskusi sastra di Yogyakarta, pernah menyatakan bahwa Yogyakarta merupakan ibu kota seni rupa di Asia Tenggara. Pernyataan ini semakin menebalkan anggapan bahwa Yogyakarta menjadi sebuah lingkungan yang sangat mendukung proses kreatif seni di dalamnya.
Inilah satu alasan kenapa saya menginjakkan kaki di kota ini. Selain untuk menimba ilmu saya juga memiliki keinginan untuk ikut berproses secara langsung dalam proses kreatif suatu penciptaan karya seni. Secara personal, saya juga tertarik dengan tulisan-tulisan mengenai seni-budaya di media massa. Akhirnya saya memutuskan untuk menanggapi ketertarikan ini ke dalam proses tugas akhir kuliah.
Pada pertengahan 2018, di tengah proses pencarian sumber untuk penelitian skripsi, saya melihat pengumuman program magang dari Indonesian Visual Art Archive (IVAA). Akhirnya pada April 2019 saya memutuskan untuk mengikuti program tersebut selama tiga bulan. Beruntung sekali karena saya diterima dan bergabung bersama kawan-kawan magang lainnya. Perpustakaan menjadi bidang yang kemudian saya kerjakan.
IVAA didirikan pada April 2007 sebagai organisasi nirlaba yang berkembang dari Yayasan Seni Cemeti (YSC) (1995-2007). Pengumpulan dan eksplorasi arsip menjadi aktivitas utama organisasi ini. Beragam koleksi arsip serta buku yang dimiliki juga dapat difungsikan sebagai sumber penelitian. Dalam catatan biografinya IVAA menyatakan percaya bahwa seni, dalam hal ini seni rupa, mampu membuka wawasan dan pemahaman atas apa yang terjadi di lingkungan sekitar. Pemikiran kritis dan aspirasi warga perlu dicatat, ditelaah, dan disosialisasikan. Sebagai salah satu upaya eksplorasi arsip, IVAA menyadari pentingnya membawa kisah-kisah yang terkandung dalam arsip kepada khalayak. Melalui pameran arsip, sejarah dihadirkan sebagai pengalaman yang cair dan hangat.
Selama kurang lebih tiga bulan bergabung dengan keluarga IVAA, saya mendapatkan pengalaman yang sungguh luar biasa. Tidak hanya teori namun juga keterlibatan langsung dalam sebuah proses pengarsipan maupun pendokumentasian proses penciptaan karya seni. Saya percaya bahwa dalam seni dan sastra, pengalaman secara langsung menjadi kebutuhan wajib di samping mendengar teori. Berangkat dari hal tersebut saya memantapkan diri berproses di IVAA.
Bekerja di bidang perpustakaan sangat menguntungkan bagi saya, karena wacana mengenai kesenian yang saya miliki semakin bertambah. Walaupun berbeda bidang dengan empat kawan magang lainnya, pada dasarnya pekerjaan yang kami tekuni masih berkesinambungan. Artinya secara tidak langsung saya dapat menyimpulkan bahwa perpustakaan dan arsip adalah dua hal penting yang saling terhubung.
Banyak orang mengira arsip adalah sebuah hal yang kurang menarik. Mungkin arsip hanya dibutuhkan oleh orang-orang seperti para mahasiswa tingkat akhir yang sedang menyelesaikan studinya. Namun, sebenarnya arsip merupakan catatan sejarah dan bukti paling konkret atas suatu peristiwa. Begitu juga dalam ranah seni rupa maupun bidang seni lainnya. Seorang seniman dan karyanya tidak akan selamanya bertahan di dunia ini. Akan tiba masa di mana mereka mati secara fisik. Di titik ini, arsip punya peran penting. Ia akan menjadi bukti kehidupan dan saksi semangat dari sebuah proses penciptaan karya seni. Artinya, dengan keterlibatan arsip, ruh dari seni yang telah mati secara fisik akan senantiasa hidup mewakili olah raga dan rasa dari penciptanya.
Era digital seperti saat ini memberikan dimensi kemudahan sekaligus tantangan. Para pekerja kebudayaan dan pengarsipan dituntut untuk selalu dapat memposisikan diri secara kontekstual mendekatkan kerja-kerja tersebut dengan publik. Salah satu hal yang secara konsisten diupayakan IVAA adalah memproduksi media daring berisi tulisan-tulisan seni-budaya yang juga menyuguhkan koleksi arsipnya. Memang, tidak bisa dipungkiri bahwa lingkarang seni rupa yang sudah ada menjadi modal IVAA. Melalui e-newsletter yang rutin diterbitkan, IVAA menjaga eksistensinya di tengah jaman digital yang serba praktis dan instan ini. Tulisan-tulisan di dalamnya akan ikut membangun wacana untuk masyarakat luas dan menjadi media baca alternatif di tengah minat baca yang masih rendah.
Saya dan empat kawan magang lainnya dilibatkan secara langsung dalam proses penulisan e-newsletter tersebut. Kami menjadi kontributor tulisan untuk dua edisi terbitan Maret-April dan Mei-Juni. Proses ini membuka ruang pengalaman baru bagi para kawan magang untuk turun ke lapangan secara langsung; melakukan riset literatur hingga lapangan, serta berdialog dengan seniman yang bersangkutan.
Khusus untuk edisi Maret-April, saya melakukan dialog dengan para aktivis JES (Jembatan Edukasi Siluk) di Imogiri, Bantul. Bersama kawan magang lainnya, saya menjadi tahu bagaimana perjuangan warga Jembatan Siluk mendidik anak-anak sekaligus merawat kreativitas mereka di tengah kondisi pendidikan yang semakin menjemukan. Melalui dialog dengan Mas Kuart, sebagai penggagas ruang kreatif ini, kami dapat mendengar suka-duka yang mereka alami.
Pada edisi selanjutnya, Mei-Juni, saya juga berkesempatan untuk menulis artikel tentang Gerilya Project, sebuah program edukasi para pelajar di Yogyakarta yang pernah dilaksanakan YSC. Kesempatan ini juga memberikan saya pengalaman untuk berdialog dengan salah satu pengajar yang terlibat pada masa itu, dan dengan Aisyah Hilal. Ia adalah salah satu pendiri IVAA sekaligus salah satu penggagas Gerilya Project.
Selain keterlibatan di proses produksi e-newsletter, saya juga melakukan kerja-kerja liputan acara-acara kesenian seperti pameran. Tapi saya tidak akan menuliskan secara detail pada kesempatan kali ini. Yang jelas, banyak sekali ilmu serta pengalaman yang saya dapat ketika mengikuti program magang di IVAA. Jika diberi kesempatan lagi, tentu saya akan bersedia untuk berproses di sana kembali. Saya punya harapan besar agar IVAA dapat menjadi media alternatif yang mampu memberikan wawasan soal pentingnya pengarsipan bagi khalayak. Terima kasih untuk kesempatan ini. Salam budaya!!!
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Magang dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Juli-Agustus 2019.