oleh Sukma Smita Grah Brillianesti
Tegas dan bertangan dingin! Itulah kesan yang selalu terlihat pada sosok perempuan yang akrab dipanggil Mbak Ries. Mulai bekerja secara formal sebagai pengelola ruang seni pada 2008 di Tembi Contemporary, Rismilliana Wijayantimerupakan seorang manajer seni yang telah banyak mengampu berbagai kegiatan seni baik di dalam maupun luar negeri. Mantan dosen Bahasa Inggris di Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) dan pengajar Bahasa Indonesia di beberapa balai bahasa ini adalah Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris dari Universitas Sanata Dharma yang sama sekali tidak memiliki latar belakang pendidikan formal pengelolaan seni.
Sejak SMP ia telah memberi bimbingan privat sebagai cara untuk menambah uang saku hingga kemudian memutuskan untuk mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris. Ries merasa bahwa dirinya was born to be a teacher. Ia pernah menjadi pengajar bahasa Inggris, Indonesia, dan Jawa di Lembaga Bahasa Colorado. Hingga pada suatu waktu, aktivitas mengajar membawa dirinya mengenal Warwick Purser, salah satu murid di kelas Bahasa Indonesia yang ia ampu. Warwick kemudian mengajaknya bekerja bersama di Out of Asia (OOA) pada 2001 untul menjadi Personal Assistant. Kala itu Ries tidak memiliki petunjuk sama sekali tentang apa itu pekerjaan asisten personal. Ia hanya melihat pekerjaan ini sebagai tantangan baru dan memutuskan menerima tawaran Warwick.
Pekerjaan asisten personal adalah titik tolak karir Ries di bidang manajemen seni. Mengelola segala kebutuhan, kegiatan beberapa rumah hingga galeri seni Warwick Purser membuatnya mau tidak mau harus mempelajari ilmu manajemen. Galeri seni Tembi Contemporary pada awalnya merupakan kolaborasi bersama Warwick Purser dengan Valentine Willie. Sebuah ruang terbuka yang digunakan untuk berbagai kegiatan yang terkait dengan seni dan budaya, yang tidak hanya di Indonesia namun di beberapa galeri milik Valentine Willie di negara-negara lain. Ries mengawal dan mengelola pameran, dari seniman Indonesia yang berpameran di galeri sisters di Kuala Lumpur, Singapore dan Manila atau sebaliknya, mengelola pameran seniman dari wilayah galeri sisters di wilayah Indonesia
Sebagai manajer seni yang belajar secara otodidak, selama bekerja menjadi asisten personal dan pengelola ruang seni, Ries tekun melakukan berbagai refleksi dan pengembangan pada kerja-kerjanya. Meski tidak memiliki latar belakang pendidikan formal manajemen seni, Ries berupaya untuk menganalisis kebolongan atau kekurangan pekerjaannya secara mandiri. Dalam menambal kebolongan, Ries memiliki beberapa tools kerja yang mempermudah dan membantunya untuk bekerja lebih profesional. Selain itu, perkenalan awalnya dengan Bayu Widodo membuat Ries menyadari bahwa seni rupa merupakan sebuah ruang di mana posisi, peran dan kemampuannya dipertanyakan dan kemudian perlu ditunjukkan. Alasan itu memperkuat Ries untuk lebih dalam belajar ilmu manajemen seni.
Awal bekerja sebagai asisten personal dan pengelola Tembi Contemporary, Ries hanya mengenal beberapa seniman. Salah satu yang kemudian menjadi dekat dengan dirinya adalah Lashita Situmorang. Pengalaman bekerja bersama Lashita dan pengetahuan luas Lashita tentang seni rupa, terutama di Jogja, membuat Ries memutuskan untuk saat itu mendapuk Lashita sebagai art guide-nya, sebagai salah satu tools-nya memahami dunia seni rupa. Dibantu Lashita, Ries tidak hanya diajak ke pembukaan pameran dan dikenalkan dengan banyak seniman, ia juga kemudian ikut terlibat dalam berbagai diskusi dan obrolan tentang seluk beluk seni rupa hingga kesempatan bekerja bersama.
Selain Lashita, Ries juga menggunakan sosial media. Waktu itu hampir semua orang memiliki akun Facebook, termasuk seniman. Oleh karena itu Ries menggunakan Facebook untuk membantunya berkomunikasi dengan seniman di luar Jogja sembari memperluas jaringan. Hingga hari ini, di tengah perkembangan dunia digital dan media sosial, Ries tidak hanya menggunakan Facebook namun memanfaatkan keragaman platform sosial media lain untuk mendukung kebutuhan kerja hariannya.
Tools berikutnya adalah inisiasi kegiatan bersama. Berenang dan memasak merupakan aktivitas favorit bersama yang kerap Ries adakan dengan mengundang banyak teman-teman pekerja seni. Ruang karaoke menurut Ries adalah ruang di mana semua orang mampu melepaskan label dan beban pekerjaan, dan di saat bersamaan Ries memanfaatkan momen karaoke untuk mengamati dan mengenal lebih dekat seluruh koleganya. Cerita menarik yang Ries bagikan adalah ketika ia mengamati kegemaran Bambang Toko menyanyikan lagu-lagu Amy Search sewaktu karaoke. Dari amatan tersebut, dalam satu kali kesempatan pameran Bambang di Malaysia, yang diorganisir oleh Valentine Willie Fine Art Kuala Lumpur, Ries mengundang Amy Search sebagai tamu pembuka pameran. Beberapa aktivitas keseharian yang terlihat sepele tersebut, bagi Ries mampu memperkokoh arsitektur jaringan yang ia bangun.
Ragam cara penambal bolong yang disebut Ries sebagai tools tidak hanya membuatnya mampu bekerja lebih profesional, namun juga membantu dirinya merawat jaringan dan kemudian menyerap berbagai pengetahuan tentang kerja-kerja kesenian melalui pengalaman kerja bersama dan diskusi-diskusi informal di dalamnya. Kebutuhan Ries untuk menyerap sebanyak-banyaknya pengetahuan melalui jalur informal membentuk dirinya menjadi seorang manajer seni yang serba bisa. Dalam praktik kerja bersama Jogja Contemporary, Ries tidak hanya menjadi pengelola ruang yang mengorganisir aktivitas seni, ia bahkan menyusun konsep program hingga berdiskusi dengan seniman perihal fokus kekaryaan.
Mirip dengan Tembi Contemporary, Jogja Contemporary adalah ruang yang terbuka untuk penyelenggaraan berbagai proyek seni. Jogja Contemporary dikelola Ries yang pada waktu itu telah mampu membangun sistem manajemen yang mapan untuk Tembi Contemporary dan siap untuk regenerasi. Dalam proses kerja di Jogja Contemporary, Ries selalu terlebih dahulu membangun konsep pameran yang disesuaikan dengan situasi, isu hari ini dan kebutuhan proyek. Dari proses tersebut banyak diskusi yang kemudian terjadi dan bisa disebut jauh dari praktik kerja manajemen seni yang selama ini dipahami. Praktik yang Ries lakukan adalah menawarkan tantangan bagi seniman dan pekerja seni dalam kolaborasi kerja bersama, seperti terlibat dalam diskusi merumuskan bentuk visual presentasi karya hingga tema pameran, memberi usulan penulisan hingga inisiasi diskusi publik.
Nampak bahwa praktik manajemen seni yang dilakoni Ries sangat cair. Bahwa kerja manajer seni tidak hanya berhenti pada pembuatan timeline dan rencana kerja, mengawasi proses bekerja agar berjalan sesuai rencana kemudian mengevaluasinya. Lebih dari itu, sebagai manajer seni, seseorang harus mampu menguasai berbagai macam bahasa komunikasi dan mampu menyesuaikannya dengan ragam profesi yang bekerja bersama di dalamnya. Mampu ngopeni (merawat) atau membaca kebutuhan tiap pribadi hingga kemudian membantu mengembangkannya.
Batasan kerja seorang Ries begitu cair, secair metode kerjanya di dunia kesenian. Ries, yang juga merupakan koordinator tim art handler Helutrans ini, di saat bersamaan mampu mengelola hingga lebih dari 5 kegiatan sekaligus. Ia mengaku bahwa dalam kerja pengelolaan seni yang selama ini dilakukannya, ia berperan sebagai individu tanpa terikat dengan organisasi atau komunitas dengan fokus tertentu. Hal tersebut membuatnya bisa lebih mudah untuk masuk, membangun komunikasi dan bekerja bersama dengan siapa saja, seperti pekerja seni, komunitas dan organisasi dari latar belakang yang beragam.
Dengan perpaduan antara kemauan ngopeni, kesibukan dan ritme kerja yang sangat cair, Ries, yang juga merupakan anggota Dewan Yayasan Biennale Yogyakarta ini, selalu menikmati dan merasa senang dengan segala pekerjaanya. Kepadatan aktivitas selalu dimaknai sebagai ruang belajar dan tantangan baru, meski ia tidak mengelak juga bahwa terkadang ia merasa kelelahan. Inisiasi aktivitas bersama tidak hanya sebagai tools untuk kebutuhan pengembangan profesionalitas, namun juga menjadi cara Ries untuk berhenti dan beristirahat sejenak, menghabiskan waktu berkualitas dengan teman-teman. Aktivitas memasak, berenang dan karaoke adalah bentuk dari bagaimana ia memberi penghargaan pada tubuh yang telah bekerja keras. Ia selalu mengelola kesehatan fisik serta emosi tubuhnya dengan menerapkan batasan kerja. Penting untuk mengatakan ‘cukup’ kepada tubuh yang telah atau bahkan belum lelah.
Bagi Ries, kerja-kerja manajerial adalah pengelolaan eksternal dan internal. Seseorang tidak hanya harus cakap dalam menuntaskan pekerjaan tanpa cela, namun secara internal juga harus mampu mengelola energi serta kapasitas tubuhnya.
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Dokumentasi dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Juli-Agustus 2019.