Judul buku : SANDIOLO
Penulis : Dwiki Nugroho Mukti
Editor : Ayunin Widya Risya
Penerbit : AJRIE Publisher
Tahun terbit : 2016
Tempat terbit : Bukittinggi
Halaman : x+188
ISBN : 978-602-69435-6-9
Resensi oleh : Uray Nadha Nazla
SERBUK KAYU adalah sebuah kolektif seni di Surabaya yang terbentuk pada 2011, yang berangkat dari kalangan mahasiswa. Dwiki Nugroho Mukti, Dwi Janurtanto, Dyan Condro, Indra Prayhogi, RM Mahendra Pradipta, dan Zalfa Robby membentuk kolektif ini sebagai respon atas harga bahan bakar minyak yang naik pada 2011. Melalui aksi seni pertunjukan mereka membuat instalasi mobil kayu yang kemudian dikendarai dengan cara berjalan kaki dari UNESA kampus Lidah Wetan menuju Taman Bungkul. Dalam melakukan praktik keseniannya mereka bermarkas di Sandiolo.
Buku Sandiolo berisi uraian program-program yang pernah dijalankan oleh SERBUK KAYU sebagai bagian dari gerakan estetika di Surabaya. Kontennya cukup lengkap, dari rancangan program, profil pengisi acara, notulensi, hingga review program. Buku ini bisa menjadi salah satu referensi bagi pembaca untuk melihat perkembangan skena seni di Surabaya pada 2016.
Beberapa program yang dicatat adalah sebagai berikut:
1. Imgesprach
Program diskusi berkala yang bisa diikuti oleh semua orang secara gratis sebagai upaya distribusi pengetahuan seni bagi masyarakat luas. Dengan berfokus pada materi seni rupa dan berbagai bidang yang memiliki korelasi, selama 2016 telah berlangsung sebanyak 5 kali dengan tema Art Collectivity, As an Artist, Perspektif Seni Rupa dalam Islam, Performative Photography and Performance Art, dan Workshop Penulisan Kritik Seni “Seni Rupa Kelas Terbang”.
2. Surabaya Move On #3
Bentuk edukasi kesenian yang dilakukan di Surabaya dengan memaparkan ritme kesenian tradisional, modern, maupun kontemporer kepada masyarakat. Selain sebagai upaya peleburan seni dengan masyarakat, apresiasi karya seni juga menjadi titik penting.
3. Servis Vol. 2
Kompetisi bagi para pelaku seni di Universitas Negeri Surabaya untuk menciptakan iklim kompetitif dan peningkatan mutu bagi lingkungan kampus dengan persaingan yang sehat antar mahasiswa seni melalui beragam media dalam karya mereka.
4. SADAP (Sandiolo Residency Program)
Program residensi yang pertama kali dilakukan Sandiolo untuk menghadirkan seniman dari beberapa kota untuk tinggal dan melakukan riset selama satu bulan dengan tema “Surabaya dan Ramadhan”. Hasil riset mereka kemudian diolah menjadi karya dan dipamerkan di Sandiolo.
5. Gelagat Buruk Remaja 6
Acara gigs musik noise yang diinisiasi oleh kolektif Melawan Kebisingan Kota, yang tidak dirancang secara rapi. Tujuan acara ini memang untuk meluapkan ke-ugal-ugal-an muda-mudi. Biasanya acara ini bisa digelar di mana saja, tetapi untuk kali ini Sandiolo menjadi ruang yang digunakan.
6. Pameran Kartini
Pameran seni sebagai pemantik gerakan perempuan untuk berani menunjukkan potensi mereka.
Kebetulan sekali, rutinitas saya juga tidak jauh dari apa yang disebut sebagai program seni. Sehari-hari saya bekerja bersama Canopy Center, sebuah ruang kolektif di Pontianak, Kalimantan Barat. Uraian berbagai program di dalam buku ini bisa saya tempatkan sebagai referensi untuk menyusun dan menata program di tempat saya bekerja. Bukan semata meniru, tetapi justru meletakkan daya kritis dalam menjalankan suatu program seni secara kontekstual sesuai situasi komunitas yang bersangkutan.
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Pustaka dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi September-Oktober 2019.