Arsip dan pengarsipan IVAA adalah entitas serta praktik yang tidak konstan dan terbatas. Sangat layak untuk melihat dan memahaminya sebagai fenomena yang terus berkembang. Sepanjang perjalanannya, arsip-arsip IVAA telah banyak diaktivasi, baik oleh IVAA hingga ekosistem seni rupa yang lebih luas. Memasuki 2019, ada pertanyaan reflektif dari tim arsip IVAA, antara lain:
1. Sejauh dan sudah menjadi apa saja arsip-arsip IVAA yang diaktivasi menjadi sumber-sumber penelitian hingga karya seni?
IVAA sebagai lembaga arsip seringkali menjadi rujukan peneliti, kurator, hingga seniman untuk mencari referensi, baik foto dokumentasi, katalog, digitalisasi karya, atau referensi buku. Hanya saja sejauh ini, IVAA sulit melacak secara pasti feedback apa yang diterima oleh IVAA. Persoalan utama bukan tentang keuntungan material, tetapi ingin mendapat gambaran secara lebih luas, di mana posisi arsip-arsip yang dimiliki dan dikelola oleh IVAA dalam perkembangan wacana seni rupa? Apakah selama ini sudah selaras dengan visi jangka panjang dan kerja harian IVAA? Apakah kerja pengarsipan IVAA yang berjalan telah menjadi salah satu pilar wacana dominan atau berada dalam kutub perkembangan yang berbeda?
2. Sejauh apa user/ pengakses online archive (OA) IVAA menjelajahi arsip yang mereka butuhkan?
Catatan mengenai ini secara umum terlihat dalam data statistik google analytics. Hanya saja, kami memerlukan pembacaan yang lebih detail mengenai, misal: kenapa laman-laman di OA yang paling banyak diakses adalah profil seniman/ kelompok seni angkatan Basoeki Abdullah, Affandi, Persagi, SIM, dll.
3. Bagaimana pribadi/ lembaga/ inisiator peristiwa seni membayangkan praktek pengarsipan terhadap peristiwa seni itu sendiri? Selama ini pengarsipan macam apa yang sudah dilakukan?Masih terkait dengan pertanyaan poin 2, kerja harian IVAA sejauh ini sangat digerakkan oleh kerja dokumentasi, terutama dokumentasi peristiwa seni baik berbasis pameran, seminar, diskusi, aksi massa, dll. Sementara itu, berdasarkan data awal yang diperoleh dari google analytics, halaman peristiwa seni tidak banyak diakses. Dengan pertanyaan poin 3 ini, kami ingin mendapat gambaran lebih detail mengenai fenomena yang diarsipkan atau basis kerja pengarsipan IVAA dengan kebutuhan publik akan data, termasuk penyelenggara atau inisiator peristiwa seni.
4. Terakhir, di dalam era digital, di mana semua orang bisa mendokumentasikan (yang kami anggap sebagai langkah pertama kerja pengarsipan), keterbukaan akses data semakin mudah, pertanyaan yang hendak kami ajukan adalah: bagaimana menyelaraskan kerangka kerja pengarsipan dengan wacana seni yang berkembang?
Rangkaian pertanyaan ini ingin kami elaborasi bersama dengan para pelaku seni dan pengguna arsip IVAA yang terdiri dari mahasiswa, dosen, peneliti, seniman, kurator, hingga manajer galeri dan event. Kuesioner menjadi salah satu instrumen di dalam metode riset yang sedang kami kerjakan. Data statistik mengenai perilaku user pada periode Februari 2018-Januari 2019 yang kami peroleh dari google analytics menjadi titik tolak keberangkatan kami memulai riset yang lebih spesifik. Data statistik dari google analytics tersebut akan kami dialogkan dengan data dari riset kami yang lebih spesifik ini. Kuesioner akan didistribusikan dalam durasi kurang lebih 2 bulan, terhitung Maret-April, secara digital.
Ini merupakan cara untuk memperoleh umpan-balik dari kerja-kerja pengarsipan, yang meliputi dokumentasi, penyediaan, dan aktivasi yang selama ini dilakukan oleh IVAA. Juga, kami berniat untuk sekaligus membawa kerja dan paradigma pengarsipan IVAA berjalan beriringan dengan produksi pengetahuan dalam skena seni rupa. Maka dari itu, Tim Arsip IVAA ingin mengajak seluruh kawan-kawan IVAA mewujudkan hal tersebut, dengan sejenak meluangkan waktu mengisi e-kuesioner pada tautan berikut ini:
Artikel ini merupakan rubrik Pengumuman Kantor dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Januari-Februari 2019.