oleh Lisistrata Lusandiana
Trisni Rahayu atau Mbak Yayuk ialah salah seorang yang langsung saya ingat ketika mendiskusikan kerja pengelolaan peristiwa atau acara seni budaya. Kiprahnya barangkali tidak banyak dilihat. Untuk itulah, pencatatan sederhana yang dilakukan oleh tim IVAA ini punya intensi menggarisbawahi berbagai potensi pengetahuan berbasis pengalaman yang sudah mendarah daging di tubuh-tubuh para pelaku. Yang dimaksud pelaku dalam hal ini ialah pelaku pengelolaan seni budaya.
Dari berbagai cerita yang dibagikan oleh Mbak Yayuk, terdapat beberapa hal yang perlu ditebalkan, untuk kemudian dielaborasi lebih jauh atau bahkan direfleksikan dan dipantulkan, terutama oleh para pelaku-pelaku yang juga mengalami dan memiliki keterlibatan secara langsung dengan kerja penyelenggaraan acara budaya.
Mulai dari jam kerja yang sangat perlu siasat, kelola keuangan hingga fasilitasi psikologi yang tidak bisa diterapkan sama pada semua orang, menjadi keseharian Mbak Yayuk. Ia bercerita bahwa seluruh perjalanan kerjanya dalam mengelola peristiwa kebudayaan ini berjalan secara organik, sesederhana pengelolaan manajerial rumah tangga, yang kemudian merembet hingga menjadi bagian dari kelola kebudayaan dalam konteks yang lebih luas. Ia menceritakan bahwa dinamika kerjanya tidak bisa dilepaskan dari perjalanan kesenimanan Ugo Untoro dan MDTL (Museum Dan Tanah Liat) sebagai ruang yang dihidupi bersama dengan kawan-kawan dekat dan komunitas seniman muda, dalam relasi yang saling menginspirasi dan menghidupi satu sama lain.
Dengan latar belakang sebagai sarjana ekonomi, Mbak Yayuk tidak menemukan kesulitan yang berarti dalam pengelolaannya. Salah satu tantangan dan kerja intensif yang justru tidak bisa ditinggalkan ialah manajemen psikologis dalam tim, mengingat sifat sekaligus latar belakang manusia yang sangat beragam, ditambah intensi dan kepentingan yang tidak sama satu dengan yang lainnya. Ketika membicarakan dinamika tim, Mbak Yayuk menyebut beberapa nama orang terdekat yang keberadaannya sangat penting dalam perjalanan kesenimanan Ugo Untoro dan MDTL. Dari ungkapan-ungkapan sederhana ini kita bisa melihat pola pengelolaan acara ataupun peristiwa yang tidak hanya mengedepankan target, tetapi juga mengutamakan penghargaan pada persahabatan serta relasi antar manusia.
Dalam obrolan ringan kami tersebut, Mbak Yayuk juga menceritakan salah satu pameran yang cukup diingat, yakni Poem of Blood, yang lumayan banyak pertaruhannya, mulai dari segi finansial hingga energi yang sulit untuk dikuantifikasi. Di momen ini juga Mbak Yayuk membagikan ceritanya seputar kawan-kawan dan tim yang bekerja bersama hingga menjadi keluarga dekat.
Barangkali pencatatan ini terlampau sederhana jika mengingat betapa kompleksnya kerja pengelolaan, mulai dari pengelolaan konten dan statement dari suatu acara, sumber daya manusia, keuangan hingga waktu dan lapisan psikologi yang muncul dari banyaknya elemen kerja. Dari situ kemudian kita bisa merefleksikan lebih jauh, apakah mungkin memformulasikan sistem kerja manajerial dalam bidang seni budaya? Sejauh apa hal itu perlu? Jika telah terjadi, sejauh apa hal itu justru bisa memunculkan problem lain, yang sejauh ini belum bisa kita identifikasi?
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Dokumentasi dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Juli-Agustus 2019.