Galeri Seni Rupa Pop
Penulis: Sanento Yuliman & Jim Supangkat
Pengarsip: Irama Nusantara
Penyunting: Hendro Wiyanto
Perancang buku: Meicy Sitorus
Penerbit: Penerbit Gang Kabel
Tahun terbit: 2021
Buku ini berisi kumpulan tulisan Sanento Yuliman, Jim Supangkat dan para kreator lainnya di Majalah Aktuil dari No. 177, Oktober 1975 hingga No. 197, pertengahan Juni 1976. Semua tulisan itu dimuat di satu rubrik yang disebut berurutan, dari “Puisi-Puisi Awam”, “Galeri Pop Art” dan “Galeri Aktuil”. Karena harus pergi ke Perancis, penjaga gawang rubrik ini pada akhir Juni 1976 dilimpahkan kepada Jim Supangkat.
Entah untuk sajak atau gambar-gambar aneka rupa, rubrik itu sepertinya memang diniatkan sebagai ruang untuk fantasi di luar kesucian, keabadian, dan berfilsafat-filsafatan. Fantasi-fantasi banal, keseharian, dan awam di pojok tersumput yang tetap saja menggoda. Seperti halnya Sanento menulis di Aktuil No. 178, 1975, “(…) Menurut gelagatnya dalam perkembangan mutakhir dalam seni rupa di tanah air ini, langkah berikutnya sudah tiba waktunya. Maka saatnya kini Galeri ini menyalami siapa saja yang hendak berkarya (karena siapa saja dapat berkarya): selamat buka mata dan ide, dan selamat menemukan.” Maka, di buku ini ada banyak karya perupa yang juga penyair, entah itu mau dari kota besar atau tidak. Menyebar, bebas, tidak seperti Singgasana Seni Rupa yang angker.
Selain itu di buku ini juga bisa dibaca tulisan Budi Warsito berjudul “Yang Aktual dan Yang Aktuil”. Ia banyak bercerita soal perjalanan Majalah Aktuil, khususnya ketiga rubrik tersebut di atas. Salah satu yang menarik adalah ia menegaskan bagaimana kerja banyolan itu bisa membengkokan yang lurus atau menyuguhkan kejutan tak terduga. Juga, tulisan Enin Supriyanto pada 1996 berjudul “Serba Pop!” yang mengulas budaya pop dalam konteks kelas, budaya tanding, dan soal sumber tradisional yang sebenarnya juga sumber pop. Satu hal penting juga bahwa semua tulisan serta gambar pop yang berhasil dimuat kembali ini adalah berkat koleksi arsip Majalah Aktuil yang dirawat rapi oleh Irama Nusantara.
Republikanisme: Filsafat Politik untuk Indonesia
Penulis: Robertus Robet
Penerbit: Marjin Kiri
Tahun terbit: 2021
Saat ini kita hanya memikirkan demokrasi an sich, sehingga lupa bahwa ada republik yang menjadi pondasi negara modern Indonesia. Keringnya kehidupan politik ketatanegaraan, krisis ekonomi-sosial yang seolah tak bisa dipecahkan, dan merosotnya solidaritas menunjukkan kalau kita semakin hilang pegangan. Situasi inilah yang membuat Robertus Robet menulis buku ini, menghadirkan kembali refleksi atas republik sebagaimana para pendiri negeri dahulu yang begitu yakin atas itu.
Republikanisme atau yang sering disebut civic humanism merupakan aliran dalam filsafat politik yang punya akar panjang. Dari Aristoteles, Machiavelli, Hannah Arendt hingga era kontemporer seperti Philip Pettit, Michael Sandel, dst. Pada dasarnya republikanisme lahir sebagai upaya untuk meruntuhkan kekuasaan absolut monarki dan selanjutnya melahirkan ide soal kesetaraan dan kewarganegaraan. Runtuhnya monarki di Perancis dan Eropa umumnya serta kelahiran politik modern di Amerika Serikat adalah fenomena besar yang lekat dengan gagasan republikanisme.
Indonesia pun tak luput dari pandangan ini, utamanya ketika para pendahulu kita sedang mengupayakan kemerdekaan atas penjajahan kolonial. Namun, justru di tahap inilah Robertus Robet mengulas dengan menarik perihal tidak utuhnya penghayatan atas republik yang kemudian berimplikasi lanjut hingga masa sekarang. Meski diambil sebagai bentuk negara Indonesia, dalam perumusannya republik terbatas di urusan formal politik dan tidak menaruh perhatian lebih di wilayah kewargaan. Kemunculan Revolusi Sosial di Sumatera Utara misalnya, telah menghabisi para bangsawan dengan dalih menyempurnakan bentuk Negara Republik Indonesia (NRI). Tepat di sini, ide awal dari republik sebagai “kebebasan atas dominasi kekuasaan” telah diterjemahkan dan bertransformasi sebagai “antagonisme”. Akan tetapi, Robet juga menulis bahwa Hatta sempat mencoba mengulas wilayah kewargaan dalam sidang-sidang BPUPKI.
Dari situlah Robet menaruh perhatian khusus atas pemikiran Hatta soal republikanisme, selain sebelumnya ia banyak mengulas perihal landasan filosofis republikanisme, gagasan Machiavelli, konsep politik, demokrasi dan nasionalisme. Pada bagian akhir buku, Robet juga menarik itu semua ke dalam konteks republikanisme dan pendidikan patriotisme abad ke-21. Buku ini sangat penting untuk membaca situasi politik, baik itu di level pemerintahan hingga kewargaan, di Indonesia kontemporer. Bahwa sangat perlu untuk memeriksa demokrasi hari ini dari sejarah bangsa beserta segala pemikirannya. Sebagaimana Robet menulis, masa depan kita ternyata ada di dalam masa lalu kita.
Katalog Phantasmapolis 2021 Asian Art Biennial
Penyelenggara: National Taiwan Museum of Fine Arts
Direktur: LIANG Yung Fei
Kepala editor: WANG Chia Cheng
Penerbit: National Taiwan Museum of Fine Arts
Perpustakaan IVAA juga mempunyai koleksi baru, yakni katalog Phantasmapolis 2021 Asian Art Biennial yang digelar oleh National Taiwan Museum of Fine Arts. Sebagai edisi ke-8 dari hajatan Asian Art Biennial, pameran ini mengangkat tema “Phantasmapolis” dengan intensi mengeksplorasi futurisme Asia di bawah pengaruh kuat teknologi Barat dalam konteks situasi post-industrial.
Takamori Nobuo, kepala kuratornya, membentuk tim kuratorial transnasional yang terdiri dari Ho Yu Kuan, Tessa Maria Guazon, Anushka Rajendran, dan Thanavi Chotpradit. Masing-masing dari mereka menulis esai dengan fokus yang berbeda. Salah satunya adalah “The Archive: A Path Towards the Future” oleh Tessa Maria Guazon. Ia menulis secara singkat soal bagaimana posisi arsip di Biennial ini dalam konteks futurisme. Bahwa arsip digunakan sebagai lensa untuk merenungkan masa kini yang lebih distopik dari pada masa depan manapun yang sejauh ini kita bayangkan. Melalui komponen arsip, keutuhan peristiwa dari Biennial inilah yang pertama ingin coba diperiksa; mengenai batasan serta strukturnya. Selaras dengan intensi proyek ini, peran arsip kemudian lebih kepada menyediakan pemikiran antisipatif atas masa depan masyarakat Asia non geopolitik.
Guazon secara khusus menyebutkan beberapa karya dari para seniman Filipina yang menggunakan elemen arsip, yakni Catalina Africa, Mark Salvatus, dan Alvin Zafra. Karya-karya menunjukkan pergeseran arsip di antara aspek administratif (arsip aktual) dan sistem psikis (sistem ingatan atau pikiran). Bentuk-bentuk spekulatif, fiksi baru, dan cara baru mendokumentasikan seni kontemporer semakin menjadi ephemeral, partisipatoris, atau kolaboratif. Klaim Guazon, ini menyiratkan cara baru dalam dokumentasi dan preservasi kerja-kerja seni.
Indonesia juga turut terlibat dalam kegiatan ini. Bakudapan Food Study Group memamerkan karya berjudul The Hunger Tales. Mereka berupaya mengeksplorasi relasi politis dari krisis pangan melalui permainan papan yang memainkan peran berbeda seperti petani, walikota, pedagang grosir, dll. Publik diajak untuk merefleksikan eksploitasi atas penyedia pangan, bumi dan para agen agrikultur dalam rantai suplai makanan. Dalam proyek ini Bakudapan berkolaborasi dengan Pandhu Vandhita dan Kanosena Hartadi.
Katalog-katalog Pameran Seniman Korea
IVAA juga memperoleh beberapa koleksi pustaka baru dari Korea Arts Management Service. Di antaranya adalah katalog pameran “Lee Seung Taek’s Non-Art: The Inversive Act” (2021), yang membicarakan kekaryaan Lee Seung Taek dari masa ke masa. Lee Seung Taek adalah seniman Korea yang dikenal dengan eksperimentasi medium dan memancing tumbuhnya seni non-sculpture serta inversive art di Korea.
Kemudian katalog MMCA Cheongju Project 2020 – Kwon Minho: Clouded Breath (2020). Sebuah proyek perayaan ruang baru untuk seniman Kwon Minho di pabrik tembakau Cheongju yang telah dua tahun menjadi MMCA Cheongju Art Storage Center. Juga, katalog MMCA Cheongju Project 2021 – Chen Dai Goang: Dreams of The Perfect City.
Kemudian beberapa lainnya adalah katalog pameran “Mindful Landscape of Hangukhwa, Korean Paintings” (2019), Conservator C’s Day (2020), Art(ificial) Garden, The Border Between Us (2021), dan Lee Bul: Beginning (2021). Semua koleksi ini bisa diakses oleh publik dengan menghubungi pustakawan kami.