Oleh Dwi Rahmanto
Dari empat puluh acara seni-budaya yang telah kami kumpulkan dan seleksi, acara yang kami pilih untuk dokumentasikan adalah Undisclosed Territory (festival seni pertunjukkan skala internasional di Surakarta), diskusi dan presentasi proyek seni dengan isu gender dari penerima hibah Cipta Media Ekspresi, simposium dengan isu seni dan teknologi yang digagas oleh HONF, Kongres Kebudayaan Indonesia di Jakarta, ARISAN Tenggara (forum dan jejaring antar kolektif seni lingkup Asia Tenggara), pameran arsip dan seni rupa-seni politik oleh ISI Yogyakarta dan Taring Padi yang bertajuk Bara Lapar Jadikan Palu, kemudian Penanda Kosong pameran tunggal Nindityo Adipurnomo, pameran tiga seniman dari Asia (Arahmaiani, Lee Mingwei, dan On Kawara ) berjudul The Past Has Not Passed yang diselenggarakan oleh Museum MACAN, proyek seni “situs seni” di kampung petilasan Keraton Mataram di Bantul, pameran arsip sejarah kelompok sepak bola PSIM This Is Away oleh Dimaz Maulana di Kedai Kebun Forum, pementasan teater Selamatan Anak Cucu Sumilah, sebuah proyek seni untuk rekonsiliasi yang melibatkan penyintas 65 di Fisipol UGM oleh Teater Tamara, dan diskusi buku Cita-Cita Seni Lukis Indonesia Modern 1900-1995 karya Helena Spanjaard.
Banyak sekali isu yang menjadi muatan dari acara-acara seni-budaya di atas, seperti gender, politik, teknologi, sejarah komunitas dan kampung, aktivisme, lingkungan, kesetaraan, dan HAM. Beragam isu ini menjadi catatan penting bagi kami untuk mengetahui lebih jauh kerja-kerja kesenian yang muncul di bulan-bulan ini; sejauh mana kesenian memunculkan perkembangannya.
Selain itu, beberapa kawan kami di Bali, Malang, Jakarta, dan Yogyakarta yang berbagi arsip untuk kami kelola, di Bali dari Kulden Art Space Bali, pameran oleh Firmansyah berjudul Suka Ria, Di Kota Batu dan Malang kita mendapat dokumentasi pameran September Art Project oleh Studio Jaring Malang, dari Galeri Semarang kita mendapatkan dokumentasi aktifitas mereka selama tahun 2018, di Yogyakarta kawan kawan seni rupa mengadakan acara Serufo Day Anagata di Jogja National Museum.
Di sepanjang proses pembacaan dan pengelolaan arsip, beberapa dari kami berkesempatan untuk menjadi pemantik diskusi dalam beberapa forum, yakni Festival Film Dokumenter di IFI Yogyakarta, peluncuran buku Yayasan Kelola di UGM, Urban Social Forum di Lokananta Record Surakarta. Semua informasi singkat seputar kegiatan tersebut dapat dilihat di sosial media kami (www.instagram.com/ivaa_id).
Tentu kami tidak lupa bahwa dalam mengelola arsip kami dibantu oleh beberapa kawan magang dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, dan satu kawan dari New Jersey, Amerika Serikat. Kerja-kerja mengelola arsip beserta masalah-masalah yang menyertainya kami diskusikan baik secara rutin maupun dalam pertemuan-pertemuan yang mendadak. Semoga proses ini menjadi pembelajaran yang mampu diterapkan oleh kawan-kawan magang, sekaligus membangun kesadaran pengarsipan secara lebih luas.
Di samping itu kami juga masih terlibat dalam kerja-kerja lain seperti, workshop, perancangan sistem pengarsipan offline, pengelolaan beberapa permintaan arsip onsite dan online melalui online archive, dan kunjungan para mahasiswa kearsipan UGM, peneliti, serta para kolega lain yang tentu menambah riuh senang pekerjaan kami. Akhir kata, keriuhan yang menyenangkan ini beriringan dengan upaya kami, secara khusus pada bagian Arsip, untuk bereflekai dan merancang program kerja selama lima tahun mendatang.
Sorotan Dokumentasi November-Desember 2018
Oleh: Dwi Rachmanto, Hardiwan Prayogo, Krisnawan Wisnu Adi, Muhammad Indra Maulana
Artikel ini merupakan pengantar rubrik Sorotan Dokumentasi dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi November-Desember 2018.