Oleh: Dwi Rachmanto
Salah satu agenda dalam perhelatan Biennale Jogja (BJ) XIV 2017 adalah program bersama komunitas dan galeri seni di Yogyakarta, yang dirangkum dalam Paralel Event. Agenda ini bercabang menjadi 47 program dalam 30 ruang dan melibatkan 300 seniman sepanjang putaran satu purnama lebih, 29 Oktober – 03 Desember 2017.
Kuantitatif event ini cukup membuktikan bahwa Yogyakarta sebagai pusat perhelatan seni rupa di Indonesia. Apresiasi pun tak pernah surut, baik oleh penyelenggara event, seniman, penikmat seni maupun masyarakat umum atas presentasi karya seni yang tanpa henti.
Berjalan mundur dari penyelenggaraan Paralel event Biennale Jogja XIV, kita bisa melihat berbagai kegiatan dengan turunan program dalam jumlah cukup besar. Sebut saja Jogja International Art Festival pada 22 – 26 Oktober 2017. Sejumlah seniman dari Asia –Eropa turut terlibat dalam pameran bersama ini.
Keterlibatan seniman internasional juga terlihat dalam Jogja Street Sculpture Project #2, yang dimulai bersamaan dengan Hari Kesehatan Jiwa Nasional. Event yang dikelola oleh Asosisasi Pematung Indonesia (API) ini, melibatkan seniman patung dari Yogyakarta sendiri, luar kota, dan luar negeri. 54 karya dari 50 pematung menghias wilayah heritage Kotabaru, Yogyakarta.
Sementara itu, Indonesian Visual Art Archive (IVAA) juga urun dalam meramaikan seni di Yogyakarta sejak 19 September – 1 Oktober 2017. Selama 12 putaran matahari itu, IVAA menyelenggarakan Festival Arsip di Pusat Kebudayaan Hadisoemantri (PKKH) dan Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta. Rangkaiannya, selain pameran seni rupa berbasis Arsip yang melibatkan 15 seniman atau kelompok, juga ada pameran komunitas, bursa arsip, dan Seminar Internasional. Secara kuantitatif, keterlibatan seniman, pekerja seni, serta komunitas seni dan budaya tidak kurang dari angka 300.
Dua bulan sebelum IVAA, Studio Grafis Minggiran bekerja sama dengan Dinas Kebudayaan DIY menyita perhatian warga Yogyakarta selama 18 – 31 Juli 2017. Mereka menggelar Pekan Seni Grafis Yogyakarta untuk kali pertamanya di Jogja Nasional Museum.
522 KM dari Yogyakarta, di Jakarta ada Inaugurasi Museum MACAN dengan judul “Seni Berubah. Dunia Berubah.” Melalui pameran ini, kita diajak menjelajahi koleksi Museum of Modern and Contemporary Art in Nusantara (MACAN) yang memajang 90 karya seniman Indonesia dan internasional sebagai koleksi dari museum itu sendiri. Dikurasi bersama oleh Agung Hujatnika dan Charles Esche, karya-karya yang ditampilkan mengeksplorasi narasi sejarah seni Indonesia dengan dunia dalam kurun waktu 178 tahun.
Di sisi lain ibu kota, perhelatan Jakarta Biennale 2017 dengan judul “JIWA” digelar. Penyelenggaraan event tahunan ini berpusat di Gudang Sarinah Ekosistem, sebuah gudang seluas 3000 meter persegi. Sepanjang 4 November – 10 Desember 2017, rangkaian event ini ingin mempertemukan karya seni dengan lapisan masyarakat yang lebih luas. Beberapa museum pun digaet demi keberhasilan kegiatan Museum Sejarah Jakarta, Museum Tekstil, Museum Seni Rupa dan Keramik, Museum Taman Prasasti, dan Museum Wayang.
Jakarta Biennale 2017 dirancang melalui kolaborasi antara Melati Suryodarmo yang bertindak sebagai Direktur Artistik, dengan Annissa Gultom, Vit Havranek, Philippe Pirotte, dan Hendro Wiyanto. Biennale kali ini melibatkan 52 seniman dari dalam negeri maupum mancanegara.
Selain Yogyakarta dan Jakarta, beberapa kota lain juga menggelar event yang serupa dan waktunya tidak terlalu terpaut jauh. Di Makassar kita mengenal Makassar Biennale, yang tahun ini bertajuk Maritim. Event ini dibuka di Pelataran Gedung Phinisi Universitas Negeri Makassar. Selain itu, ada juga Biennale Jatim yang diselenggarakan di Jawa Timur.
Tidak kurang dari 55 event yang berhasil dirangkum oleh Tim Dokumentasi IVAA sepanjang Oktober – November 2017. Dokumentasi itu kini disimpan dan dikelola secara rapi dan tertata. Dari seluruh kegiatan tersebut, Festival Arsip menduduki peringkat pertama dalam hal jumlah agenda, yakni 103 agenda. Pendokumentasi sekian banyak kegiatan itu tidak dilakukan oleh awak IVAA sendiri, melainkan dibantu oleh mahasiswa magang dari Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, baik dari Jurusan Tata Kelola Seni maupun Media Rekam.
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Dokumentasi dalam Buletin IVAA September-Desember 2017.