Museum Sonobudoyo
22-23 Oktober 2018
Museum Sonobudoyo
22-23 Oktober 2018
Oleh: Hardiwan Prayogo
Senin-Selasa 22-23 Oktober, IVAA mengikuti workshop konservasi kertas di Museum Sonobudoyo. Acara ini diselenggarakan dengan mengundang beberapa instansi dan komunitas yang bersinggungan dengan pengelolaan arsip, khususnya kertas. Dimulai dari pukul 08.00-16.00, workshop berjalan dengan intens dan menyenangkan. Materi workshop disampaikan oleh Ery Sustiyadi, kepala seksi koleksi, konservasi, dan dokumentasi Museum Sonobudoyo. Panitia juga menyediakan seluruh bahan yang akan digunakan workshop, yang hampir seluruhnya berasal dari luar Indonesia.
Hari pertama diawali dengan pengenalan standar peralatan konservasi kertas. Baru kemudian dijelaskan dengan cukup detail langkah-langkah konservasinya. Penyebab kerusakan koleksi kertas berasal dari dua hal. Pertama dari materialnya, yaitu kertas yang lapuk, tinta yang memudar, perekat, asam, noda dan lain-lain. Kedua dari faktor eksternal, seperti tingkat kelembaban, kestabilan suhu udara, intensitas cahaya, polusi, hama, hingga bencana alam. Sementara itu, tahapan konservasi juga harus dilakukan secara berurutan, mulai dari laporan kondisi (condition report), pemilihan bahan dan teknik konservasi, dan dokumentasi selama proses konservasi. Workshop hari pertama diakhiri dengan pelatihan membuat lem dari bahan CMC dan akuades, kemudian melakukan proses penyambungan kertas menggunakan japanese paper, bondina paper, dan bloting paper.
Kemudian dilanjutkan hari kedua, yaitu pelatihan binding. Binding adalah proses penjilidan dengan teknik menjahit. Proses ini lebih sederhana dan bahan yang digunakan pun relatif mudah diakses. Binding dengan teknik ini lebih aman dan tahan lama untuk koleksi kertas. Binding dengan staples dan lem memang harus dihindari karena tidak tahan lama dan berpotensi merusak material kertas. Secara keseluruhan dua hari, workshop demikian sangat bermanfaat karena sekaligus mempertemukan IVAA dengan individu/komunitas yang juga bergerak dalam sektor pengarsipan. Baik dari museum hingga mahasiswa kearsipan, saling bertukar cerita metodenya masing-masing dalam mengelola koleksi kertas atau arsip fisiknya.
Konservasi pada intinya bertujuan untuk mengembalikan informasi dari material-material fisik yang diperbaiki. Prinsip dari konservasi sendiri adalah intervensi seminimal mungkin, singkatnya hanya fokus pada bagian yang mengalami kerusakan. Selain standar teknis yang juga harus dipenuhi seperti kesesuaian bahan dan teknik konservasi. Dan persoalan lain tersendiri mengingat bahan baku dan standar peralatan konservasi sulit dan relatif mahal didapatkan di Indonesia. Pada intinya, tolak ukur konservasi bukanlah angka, atau kuantitas koleksi yang dikonservasi, tetapi berpatokan pada prioritas informasi dalam setiap material. Artinya konservasi bukan semata persoalan fisik dan material, tetapi juga merawat ingatan dan nilai tak kasat matanya.