Penulis: Era D.S. (Peserta Magang IVAA)
Perpustakaan IVAA disulap oleh Izyudin “Bodhi” Abdussalam (Ruang Gulma) menjadi ruang seperti ruang teater, dia mengeset ruang perpustakaan IVAA dengan pernak-pernik lampu belajar sejumlah lima buah. Sebelum pertunjukan dimulai, ruangan dibuat sedemikian gelap sehingga panggung dan penataannya terlihat begitu anggun. Malam itu penonton memenuhi ruangan IVAA yang berkapasitas maksimal 80 orang itu sehingga terlihat penuh tetapi hangat dan sangat dekat dengan bibir panggung.
Malam itu panggung diisi oleh kelompok band bernama Kota dan Ingatan, mereka adalah Aditya Prasanda (pelafal teks), Addi Setyawan (bass), Indradi Yogatama (gitar), Maliq Adam (gitar), dan Alfin Satriani (drum). Sejak berdiri di tahun 2016 mereka berkali-kali menghiasi panggung musik Yogyakarta khususnya dan memberi pendekatan lain dengan musik dan lirik yang sangat berbeda. Mereka beberapa juga terlibat dalam sebuah gerakan seni dan sosial di Yogyakarta dengan membuat lirik mereka di beberapa lagu begitu lantang tetapi masih sangat puitis.
Penampilan Kota dan Ingatan dalam Musrary edisi ke-4 berlangsung selama satu jam dengan diselingi sesi tanya jawab. Aditya Prasanda dengan kumis uniknya membawakan sembilan lagu. Sesekali pria berkumis unik ini memegang mikrofon dengan kedua tangannya dan merem melek sepertinya terlihat sangat menghayati lagunya.
Proses bermain musik Kota dan Ingatan merupakan upaya mendokumentasikan. Kota dan Ingatan merekam apa yang terjadi di jalan-jalan, di tengah keramaian, di hiruk pikuk kota yang sesak dengan gedung tinggi, dan rencana-rencana tata kota yang berterbangan. Kejadian-kejadian yang begitu marak untuk ditulis, begitu banyak, begitu riuh. Hasil amatan tersebut kemudian dicatat dalam musik. Bermusik adalah mencatat, mencatat guna mengingat.
Di dalam konser mini tunggal mereka ini beberapa lagu masih dalam tahap perekaman dan akan dijadikan album mereka. Materi-materi Kota dan Ingatan beberapa sudah diluncurkan dan dibagi di sosial media, antara lain lagu-lagu yang berjudul Alur dan Peluru. “Alur” adalah sebuah catatan tentang kekerasan serta konflik horizontal yang akhir-akhir ini sering terjadi.
Kesempatan konser ini mereka maksimalkan dengan memberi visual yang digarap oleh Bodhi juga, dari lagu ke lagu visual ditampilkan secara bergantian dengan visual-visual seperti perkotaan dan sebagainya, yang diproyeksikan dalam ukuran besar di rak-rak buku perpustakaan sebagai latarnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Rubrik Agenda Rumah IVAA dalam Buletin IVAA Juli–Agustus 2017.