Oleh Sukma Smita
Mengutip publikasi dalam laman Biennale Jogja, inisiasi penyelenggaraan Asana Bina Seni terinspirasi oleh Asana Bina Widya, sebuah lembaga bimbingan belajar yang ‘berfungsi’ sebagai komplemen atas materi pelajaran dari sekolah. Berangkat dari gagasan atas kebutuhan pengetahuan yang lebih luas dan mendalam pada kerja-kerja kesenian yang tidak banyak diberikan oleh lembaga pendidikan formal, Asana Bina Seni menawarkan 3 subjek utama dalam kelasnya, yaitu:
Model pendidikan alternatif di luar kelas belajar formal dalam dunia kesenian sebelumnya sudah pernah dilakukan misal dalam nyantrik, yaitu praktik bagaimana seniman muda belajar dan dibimbing oleh seniman yang lebih senior melalui sanggar-sanggar. Pendidikan alternatif juga semakin naik daun belakangan ini melalui berbagai workshop artistik, kelas belajar pengembangan kapasitas, hingga kelas-kelas kajian seni yang dibuka oleh para pekerja seni dalam lingkup individu maupun kolektif di galeri-galeri. Ketika perkembangan metode eksperimen artistik dan wacana dalam seni berjalan begitu cepat, tidak mengherankan jika kebutuhan atas produksi hingga konsumsi pengetahuan juga turut bergerak cepat.
Sepanjang penyelenggaraan Asana Bina Seni, IVAA terlibat dalam penyediaan ruang belajar untuk beberapa materi Manajemen Seni dan Kuratorial. Dari total 17 materi dalam kelas tersebut, 5 diantaranya diadakan di IVAA. Kelas-kelas yang diberikan diampu oleh praktisi dan banyak membagikan pengalaman kerja harian mereka sekaligus siasat untuk mengatasi berbagai kendala dan kebutuhan. Dalam kelas Manajemen Seni pengampu yang dihadirkan adalah orang-orang yang bekerja langsung dalam pengorganisasian dan produksi seni. Untuk Materi Pengelolaan Keuangan Festival dan Lembaga Seni, Verry Handayani bercerita tentang pengalamannya sebagai pengelola keuangan berbagai festival yang diselenggarakan di beberapa daerah oleh Yayasan Umar Kayam serta pengalaman mengelola keuangan Forum Aktor Yogyakarta. Verry membagikan perihal dua pengalaman bersiasat yang jauh berbeda: soal bagaimana siasat keuangan tidak hanya tentang mengalokasikan dana dengan adil dan tepat, tapi juga memikirkan kebutuhan keberlangsungan hidup ruang maupun kegiatan yang berkelanjutan.
Dalam kelas Kuratorial, dihadirkan Mit Ja Inn, seniman Thailand yang bercerita tentang pengalamannya terlibat dan menginisiasi Chiang Mai Social Installation pada 1992. Dalam kelas yang dihadiri tidak hanya oleh peserta kelas yang terdaftar namun juga beberapa seniman dan pekerja seni undangan ini, muncul diskusi panjang tentang pembandingan peristiwa seni pada tahun yang sama di Yogyakarta. Chiang Mai Social Installation saat itu diinisiasi atas kebutuhan mendekatkan seni yang dinilai berjarak dengan publik. Pada tahun yang sama di Yogyakarta diselenggarakan pula Binal Eksperimental, sebuah pameran tandingan Biennale #3 Seni Lukis Yogyakarta yang digagas oleh seniman-seniman muda. Diskusi juga berlanjut dengan membandingkan peristiwa lain di kawasan Asia Tenggara dan bagaimana hal itu bisa seolah saling berkaitan: imajinasi macam apa yang sedang menggerakkan publik seni pada waktu itu.
Serangkaian materi dalam kelas Asana Bina Seni seharusnya bisa lebih dari komplementari atas ilmu yang diberikan lembaga pendidikan formal. Sebagai ruang belajar alternatif yang bertujuan untuk membagi pengetahuan seni secara lebih luas dan mendorong interaksi yang dinamis antar berbagai kelompok masyarakat, Asana Bina Seni barangkali mampu memantik diskusi yang lebih luas tentang peran-peran yang muncul dalam produksi seni. Dalam konteks produksi seni, kita kadang masih terjebak dalam pemisahan antara yang utama dan pendukung. Padahal jika ditilik lebih dalam, terutama terkait dengan perkembangan wacana seni yang semakin pesat serta bentuk kerja bersama yang semakin beragam, posisi peran satu dengan yang lain sangatlah cair dan tidak lagi tersekat oleh hirarki struktural secara kaku.
View this post on InstagramA post shared by Indonesian Visual Art Archive (@ivaa_id) on
Artikel ini merupakan rubrik Agenda RumahIVAA dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi Mei-Juni 2019.