Mengingat yang Bertahan dan Berlalu
Fragmen Jejak Vol.3 | Buletin IVAA Dwi Bulanan | Mei-Juni 2020
Halo semua!
Akhir-akhir ini, portal kampung sudah mulai dibuka, orang mulai berjejal antre masuk ke mall, kemah ceria di bukit dan pantai, bahkan bersepeda keliling kota setiap hari. Seolah pandemi telah berlalu, itulah normal baru. Lepas dari tepat atau tidak, kita perlu ingat bahwa beberapa bulan sebelumnya hampir semua lini kehidupan berupaya bertahan. Begitu pula dengan ekosistem kesenian.
Selama kurang lebih 4 bulan (Maret-Juni) IVAA mencoba mencatat beragam praktik seni-budaya yang berlangsung selama geger pandemi. Pencatatan tersebut kami bagi menjadi tiga klaster: Semesta Bertahan, Olah-alih Medium & Kajian, serta Potret Pustaka. Alih-alih menjadi arsip yang holistik, pencatatan ini justru menjadi tangkapan atomistik yang mengajak kita untuk mengakui kerentanan, memikirkan ulang segala praktik seni-budaya beserta pergeserannya. Elaborasi lebih lanjut terkait hal ini dapat dibaca di sub-rubrik Sorotan Dokumentasi, Sorotan Pustaka dan Sorotan Arsip. Rubrik-rubrik ini juga bisa dijadikan gambaran tentang bagaimana lembaga arsip tetap bekerja dalam situasi social dan physical distancing kini.
IVAA juga tak luput dari situasi yang serba bergeser ini. Melalui Agenda Rumah IVAA kami sedikit menceritakan beberapa upaya kami bernegosiasi dengan keadaan. Mulai dari work from home, mekanisme piket harian, donasi, hingga bersih-bersih rumah yang ternyata kerap kali luput dari perhatian.
Pada bagian Baca Arsip, kami memuat dua tulisan dari dua kontributor. Dian Putri Ramadhani, melalui tulisannya yang berjudul “Andalkan Arsip dan Solidaritas, Seni Tradisi Bertahan”, menyoroti dampak pandemi serta siasat bertahan yang muncul dari dua kelompok seni tradisi. Kelompok Sandiwara Sunda Miss Tjitjih dan Paguyuban Wayang Orang Bharata mengandalkan arsip dan solidaritas untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Tulisan Dian Putri seolah disambut oleh Udiarti melalui “Wajah Normal Baru Seni Pertunjukan”. Teknologi digital memang menjadi media yang relevan untuk tetap menghubungkan seni dengan masyarakat di masa pandemi. Akan tetapi, dengan berangkat dari seni ritual rakyat, seperti Jathilan dan Dolalak, Udiarti mencoba mengajak kita berpikir ulang; menyiapkan diri atas kemungkinan pergeseran makna kesenian rakyat yang bisa jadi makin berjarak dengan rakyat.
Edisi ini mencoba mengajak kita untuk tidak kurang ingatan, memikirkan ulang siapa/ apa yang bertahan dan berlalu. Layaknya karya Yusuf Ismail yang berjudul “kurangingatan” di Festival Arsip IVAA tahun 2017, bahwa media sosial dan pesan pendek sebagai medium relasi personal seringkali mempengaruhi keputusan-keputusan penting perjalanan kesenian, beragam praktik akhir-akhir ini pun berpotensi mendefinisikan tata seni-budaya selanjutnya.
Selamat membaca!
Krisnawan Wisnu A
I. Pengantar Redaksi
oleh Krisnawan Wisnu Adi
II. Kabar IVAA
Sorotan Dokumentasi
Oleh: Krisnawan Wisnu Adi dan Lisistrata Lusandiana
Meraba Wajah Praktik Seni-Budaya di Atas Tanah yang Bergeser: Catatan Sederhana tentang Pengarsipan di Kala Pandemi
Sorotan Pustaka
Oleh Santosa Werdoyo
Pandemi dan Dunia Literasi Hari Ini
Sorotan Arsip
Oleh Sukma Smita dan Hardiwan Prayogo
Apa yang Berlalu Jika Pandemi Sudah Pergi?
III. Agenda Rumah IVAA
Oleh Edy Suharto
Rutinitas Kami Semasa Pandemi
IV. Baca Arsip
Oleh Dian Putri Ramadhani dan Udiarti
Pemimpin Redaksi: Krisnawan Wisnu Adi
Redaktur Pelaksana: Krisnawan Wisnu Adi
Penyunting: Hardiwan Prayogo, Krisnawan Wisnu Adi
Penulis: Sukma Smita Brillianesti, Edy Suharto, Santosa Werdoyo, Hardiwan Prayogo, Krisnawan Wisnu Adi, Lisistrata Lusandiana
Kontributor: Dian Putri Ramadhani, Udiarti
Tata Letak: M Fachriza Ansyari