Gallery Semarang
22 November-30 Desember 2018
Gallery Semarang
22 November-30 Desember 2018
Oleh: Hardiwan Prayogo
Nindityo Adipurnomo, seniman yang bermain dengan berbagai medium. Ini yang tampak dari pameran tunggalnya Penanda Kosong. Pameran yang dilangsungkan di Gallery Semarang dari 22 November-30 Desember 2018 ini memamerkan karya-karya 2 dan 3 dimensional. Pameran ini dibuka dengan sambutan dari beberapa orang, yang intinya ingin membicarakan tentang posisi Nindityo sebagai seniman dengan refleksi dan pemaknaan ulang mendalam atas realitas yang terwujud dalam karya-karyanya.
Dengan menggunakan 2 lantai galeri, audiens akan disuguhkan lebih banyak karya 3 dimensional di lantai pertama. “Penanda Kosong #13” adalah karya yang dibuat dari konstruksi rotan pirit dan kasur lurik. Berjumlah 5 karya, didesain sedemikian rupa, dengan display menggantung dan diletakkan di lantai. Selain itu karya 3 dimensional lainnya berjudul “Gamelan Toa”. Karya ini ingin mengedepankan pengalaman aural audiens. Dengan menampilkan 7 kain batik berukuran besar, dan di antaranya terdapat semacam cetakan wajah. Karya ini mengajak kita untuk berinteraksi, dengan meletakkan kepalanya di cetakan wajah, maka audiens tidak akan bisa melihat apapun, hanya mendengar suaranya sendiri. Karya ini sebelumnya pernah dipamerkan di pameran Serupa Bunyi Taman Budaya Jawa Tengah, Surakarta, 2018.
Karya lainnya didominasi karya 2 dimensional. Hampir seluruhnya diberi judul “Penanda Kosong” yang diikuti dengan tanda pagar. “Penanda Kosong #11”, bermedium cetak flat bed di atas tikar mendong. Medium ini tentu bukan yang lazimnya digunakan untuk karya 2 dimensional, khususnya seni lukis. Karya lain berjudul “Penanda Kosong #1”, dengan medium charcoal, gouache, dan cetak flat bed di atas kertas. Kemudian medium charcoal, gouache, pastel, dan cetak flat bed di atas kertas untuk karya berjudul “Penanda Kosong #3” dan “Penanda Kosong #5”. Selain itu masih banyak karya dengan bahan serupa. Satu yang juga menarik adalah disediakannya 3 album foto yang berisi kliping, potongan pamflet, hingga dokumentasi yang berkaitan dengan isu yang dominan diangkat Nindityo, yaitu religiusitas. Total terdapat 22 seri karya berjudul “Penanda Kosong”. Dari sedemikian banyak karya, “Penanda Kosong #17” bisa dikatakan yang paling provokatif dan eksplisit. Pesan dan isu yang diangkat sangat jelas, yaitu agama.
Pameran Tunggal Nindityo kali ini nampaknya ingin lebih dekat dengan isu aktual, meski tidak seluruh karyanya secara eksplisit mewujudkan itu. Bisa jadi ini bagian dari cara tutur Nindityo dalam membahasakan ulang realitas. Seperti seri karya Konde, yang dibuatnya untuk membicarakan tentang perempuan, jawa, dan sensualitas. Maka Penanda Kosong, tidak hanya ingin dimaknai dari aspek kesenian yaitu eksplorasi medium, tetapi juga menyentuh konteks yang lebih aktual, yaitu agama dan kepercayaan. Kewajiban beragama seolah hanya menjadi penanda kosong dalam kolom KTP. Lebih jauh, Nindityo tidak hanya ingin mewujudkan gagasan melalui karya seni, tetapi melalui konstruksi kompleksitas pameran dan keterkaitannya dengan sistem kerja medan seni rupa kontemporer saat ini. Penanda kosong juga merupakan upaya pemaknaan ulang atas tanda-tanda yang diklaim secara sepihak dan melekat pada diri dan sekitar kita.
Artikel ini merupakan rubrik Sorotan Dokumentasi dalam Buletin IVAA Dwi Bulanan edisi November-Desember 2018.