Kampung Dipowinatan Yogyakarta
7 November 2020
Kampung Dipowinatan Yogyakarta
7 November 2020
Senin siang (7/12) itu, awan mulai mendung dan menutup cahaya sinar matahari di Kampung Dipowinatan, Keparakan, Mergangsan Yogyakarta. Di salah satu rumah, Tertib Suratmo duduk bersila di depan meja kerjanya dengan kertas marga dan cat yang berserakan. Walaupun akses cahaya mulai redup karena mendung, Tertib tetap telaten membuat wayang yang terbuat marga.
Walaupun usianya telah menyentuh senja, pria kelahiran 9 Maret 1940 ini begitu bersemangat menceritakan bagaimana awal mula berkenalan dengan medium kertas.
“Awalnya saya membuat pola dulu, lalu lihat dulu ukuran yang dibutuhkan. Jika kecil, biasanya cuma butuh satu kertas marga, tapi kalau yang besar-besar, setidaknya butuh dua lembar marga setebal kotak roti, biar lebih kokoh nantinya,” ujar Tertib.
Selain itu, kedekatan Tertib dengan dunia perwayangan sudah dimulai sejak ia kecil. Selain orang tuanya merupakan pengrajin wayang, sejak kecil Tertib sudah kerap bereksperimen menggunakan bahan baku seperti akar-akaran dan daun panda untuk membuat wayang. Kini, setelah pensiun dari SMP 16 Yogyakarta, Tertib mulai lebih fokus dalam pembuatan wayang marga.
“Usai pensiun, saya sempat bingung mau ngapain. Soalnya biasa kerja. Begitu pensiun, bingung tidak ada pekerjaan. Akhirnya saya mengisi waktu dengan membuat wayang dari marga,” ujar pria yang sempat tergabung dalam Teater Bengkel bersama WS Rendra ini.
Seorang warga Kampung Dipowinatan lainnya, Wagiman, menceritakan bagaimana kualitas wayang kertas marga Tertib Suratmo diakui oleh dunia internasional. Menurutnya, wayang karya Tertib memiliki kualitas yang dapat disaingkan dengan wayang konvensional lainnya.
“Karya wayangnya Pak Tertib itu sering disukai sama turis-turis Eropa. Karena nggak kayak wayang yang terbuat dari kulit. Di Eropa kan dingin, wayang kulit tidak tahan dingin, dan nggak jarang warnanya jadi luntur bahkan menciut. Sedangkan wayangnya Pak Tertib lebih tahan lama,” kata pria yang juga memiliki angkringan di jalan sekitar Gedung BPN di kompleks THR, Jalan Brigjen Katamso, Yogyakarta.
Di tengah kesibukannya dalam membuat wayang, pria yang juga terlibat pembentukan Teater Dipowinatan ini, masih mengikuti perkembangan perwayangan melalui siaran radio. Melalui berbagai siaran yang diterima, ia lihai bercerita tentang dalang-dalang maestro dari dulu hingga sekarang.
Wayang kertas marga Tertib Suratmo dapat disaksikan di Mini Festival Arsip “Ephemera” pada 16-22 Desember di Gedung Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) Yogyakarta, bersama dengan para kolaborator lainnya.
Dalam festival kali ini, Tertib akan memamerkan lima buah wayang kertas marga yang terdiri dari punokawan (Semar, Gareng, Petruk dan Bagong). Khusus untuk wayang yang tokoh Bagong, Tertib terispirasi Bagong ala almarhum Ki Seno Nugroho dan sebuah wayang putihan (sebutan untuk wayang yang masih dalam proses) berkarakter Batara Guru. (Bian)