Buku
Gung Rai: Kisah Sebuah Museum
Barisan bebek bergegas menyeberangi sungai kecil. Suara kuek-nya begitu gaduh, abai pada si kecil yang mengintai dari sela pohonan. Bebek-bebek yang entah milik siapa ini terlihat biasa saja ketika anak itu tiba-tiba mendekap mereka satu demi satu, mencari tahu mana di antaranya yang sebentar nanti akan bertelur. Keesokannya, si anak menyelinap ke tempat-tempat mereka biasa lewat atau bermain. Telur-telur itu tinggal dipungut saja.
Siapa sangka kejelian masa kecil itu seolah pertanda kesuksesan masa depan. Akhirnya yang menetas adalah nasib baik: “telur emas” Anak Agung Gde Rai, atau kerap disapa Gung Rai.
Meski terlahir dalam kasta ksatria Puri Peliatan, bukan berarti Gung Rai serta-merta mendapat tempat terhormat sebagai turunan raja. Bertahun dia menjadi pedagang acung di kawasan-kawasan wisata Bali.
Ketekunan, kesetiakawanan, daya kreatif serta kecintaan penuh pada kebudayaan menjadi penyelamat jalan hidupnya. Gung Rai kini tampil sebagai kolektor karya maestro seni mumpuni, sekaligus pendiri Museum ARMA di Ubud, Bali, yang namanya mewangi hingga ke mancanegara. Inilah kisah sang pangeran terpinggirkan yang gigih menuai berkah zaman.
14-1376 | 709 Cou G | Biografi dan Monografi (Buku Teks) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain