Buku
Kajian Festival Warga
Festival Warga dipilih sebagai fokus penelitian ini karena beberapa alasan mendasar. Salah satunya adalah peran aktif pemrakarsa yang berasal dari komunitas penyelenggara, yang menciptakan semangat kebersamaan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Konsep "dari warga, oleh warga, dan untuk warga" sangat jelas terlihat dalam festival-festival seperti Ngayogjazz dan Festival Damar Kurung, yang diselenggarakan di berbagai desa di kota yang sama, di mana pemrakarsa, meski berbeda, tetap merupakan individu yang memiliki ikatan emosional dan budaya dengan wilayah tersebut. Dalam banyak kasus, pemrakarsa tidak hanya sekadar berperan sebagai penyewa lokasi, tetapi juga bermitra dengan warga desa dalam merancang pengalaman festival—dari pemilihan tempat, pengaturan aliran pengunjung, hingga penentuan pengisi acara. Keterlibatan penulis dalam proses beberapa festival ini semakin memperkuat semangat penelitian ini, yang berusaha menggali lebih dalam dinamika dan makna dari kolaborasi antara pemrakarsa dan komunitas lokal.
Terdapat 10 nama festival warga yang kami teliti yaitu: 1) Festival PanenKopi di Gayo, Provinsi Nanggore Aceh Darussalam; 2) Tao Silalahi Arts Festival di Dairi, Provinsi Sumatera Utara; 3) Pasa Harau Art and Culture Festival di Limapuluh Kota, Provinsi Sumatera Barat; 4) Festival Layang Lakbok di Ciamis, Provinsi Jawa Barat;5) Ngayogjazz di Daerah Istimewa Yogyakarta; 6) Tlatah Bocah di Magelang, Provinsi Jawa Tengah; 7) Dieng Culture Festival di Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah; 8) Damar Kurung Festival di Gresik, Provinsi Jawa Timur; 9) Mesiwah Pare Gumboh di Balangan, Provinsi Kalimantan Selatan; dan 10) Panglipuran Village Festivaldi Bangli, Provinsi Bali.
Kesepuluh festival warga yang telah disebutkan di atas akan dikupas secara mendalam dalam enam bab, masing-masing mencerminkan semangat "dari warga, oleh warga, dan untuk warga." Bab-bab ini akan membahas berbagai aspek, termasuk festival sebagai wahana belajar, ketertanaman sosial yang dihasilkan dari festival warga, serta dampak ekonomi yang timbul akibat penyelenggaraan festival.
Sebagai contoh, bab mengenai festival sebagai wahana belajar akan menyoroti pengalaman di Festival Layang Lakbok. Di festival ini, pendekatan manajemen kampung yang diterapkan di desa berhasil mengadaptasi pengalaman belajar yang sebelumnya ada di kota. Hasilnya, festival ini tidak hanya menjadi tempat berkumpul, tetapi juga menciptakan daya tarik yang kuat bagi warga sekitar, mendorong mereka untuk berpartisipasi secara aktif dan menyokong acara tersebut. Hal ini menunjukkan betapa festival dapat berfungsi sebagai jembatan antara pengalaman pendidikan dan penguatan komunitas, menghasilkan dampak positif yang lebih luas bagi masyarakat.
24-1`23687 | 300 Sap K | Ilmu Sosial (Ilmu Sosial) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain