Rumah IVAA | Jalan Ireda Gang Hiperkes 188A/B Dipowinatan, Keparakan, Mergangsan, Yogyakarta
15 Mei 2015
Pukul 15.00 WIB
Rumah IVAA | Jalan Ireda Gang Hiperkes 188A/B Dipowinatan, Keparakan, Mergangsan, Yogyakarta
15 Mei 2015
Pukul 15.00 WIB
SEBUAH PROYEK KELAS MENGGEMBOSI JOGJA
Menggembosi Tempat, Menumbuhkan Kolaborasi, Membangun Sikap
Diselenggarakan oleh: Indonesian Visual Art Archive (IVAA)
Moderator Kelas: Yoshi Fajar Kresno Murti
Kelas Pembuka:
15 Mei 2015 | Pukul 15.00 WIB
Tempat:
Rumah IVAA | Jalan Ireda Gang Hiperkes 188A/B Dipowinatan, Keparakan, Mergangsan, Yogyakarta
Merupakan serial pertemuan untuk berdiskusi, berbagi, dan membaca bersama Yogyakarta sebagai teks sekaligus konteks dari perasaan ‘resah yang berkelanjutan’, yang dirasakan oleh sebagian besar warga Kota Yogyakarta mengenai situasi dan perubahan kotanya. Keresahan ini meningkat suhunya akhir-akhir ini di tengah perubahan lansekap fisik kota yang fantastis, penurunan kualitas lingkungan yang drastis, serta di dalam eskalasi situasi sosial budaya politik ekonomi yang memanas. Proyek kelas ini tidak ada hubungannya dengan “ontran-ontran” Kraton Yogyakarta yang sedang ramai di media massa saat ini, tetapi bisa jadi menjadikan keramaian tersebut sebagai teks untuk melihat apa yang sedang bergelombang di bawah permukaan. Proyek kelas Menggembosi Jogja ini akan dibarengi dengan kerja kliping online dan akan dibagi dalam beberapa tema sesuai kebutuhan dan dinamika kelas.
Model dan metode kelas diharapkan bisa membangun dialog. Saling membagikan kembali beragam kata kunci, tema-isu-gagasan yang dirasakan orang dari berbagai latar belakang, dari berbagai basis kerja-kerja yang beragam, dan dari berbagai reaksi maupun aksi atas perubahan-perubahan yang terjadi di sebuah lokasi yang bernama Yogyakarta. Berbagai kata kunci, gagasan, reaksi maupun aksi ini penting dibagikan bersama, dipresentasikan, dan direfleksikan sebagai upaya membangun “keruangan (yang telah hilang)”, namun lebih dari itu: memberi daya dorong dan inspirasi bagi perjumpaan antarorang dalam konteks resistensi keruangan sebuah kota.
***
Salah satu tanda kehadiran globalisasi adalah berubahnya setiap jengkal ruang hidup di muka bumi menjadi tempat (place). Menjadi tempat berarti menjadi lokasi atau situs, dan selanjutnya – ia menjadi tujuan (destinasi). Kapitalisme dalam hal ini merupakan keseluruhan cara berpikir yang berupaya mengubah, mewujudkan, dan menciptakan tiap jengkal tanah menjadi tempat (place), dimana rantai akumulasi modal terjadi. Daya kapitalisme yang luar biasa mampu menggerakkan, mendorong dan menghidupkan setiap hal dengan segala cara: dengan segala metode keilmuan, memperkembangkan kemajuan teknologi dan informasi, dengan segala infrastruktur ‘poleksosbudhankam’ (termasuk arsip),… untuk diubah menjadi tujuan (destinasi). Menjadi tujuan berarti menjadi tempat untuk ditinggali, dikunjungi, dibeli, dikonsumsi, diinvestasi, di”lestarikan”, dan bahkan menjadi tujuan hidup itu sendiri. Tempat (place) adalah jantung kapitalisme.
Dalam kurun waktu satu dasawarsa terakhir, setiap desa ataupun kampung kota di Indonesia telah bercita-cita menjadi desa atau kampung wisata. Menjadi desa atau kampung wisata berarti menjadi tempat destinasi, dan dengan demikian semua jengkal tanah menjadi tempat yang berteriak untuk dikunjungi, bahkan atas dasar hal tersebut nalar pembangunan di sebuah lokasi dijalankan. Jalan-jalan diperluas dan ditambah, bandara-bandara diperbaharui menuju standar global, tempat-tempat persinggahan disebarkan, fasilitas-fasilitas perjalanan dan akomodasi dibangun, pusat-pusat informasi didirikan, dan lain sebagainya. Di dalam konteks ini, ruang-ruang hidup, di setiap pelosok, setiap sudut, dan setiap ranah kehidupan di desa maupun di kota telah berubah menjadi tempat. Kehidupan suku-suku terpencil, juga kampung-kampung “kumuh” di tengah kepadatan kota tidak luput untuk menjadi lokasi maupun situs dari tujuan berbagai kepentingan yang datang.
Globalisasi telah menyapu ruang dan mengubahnya menjadi tempat. Namun, di sisi yang lain, ia mendekatkan antartempat dan menghadirkan perjumpaan-perjumpaan yang mendorong gelombang kepedulian terhadap tradisi, masyarakat adat, sumber-sumber sejarah masa lalu, ekplorasi alam, gaya hidup alami dan sehat, dan lain sebagainya…